Sebuah Fragmen Tentang Pengorbanan

Sunday, September 30, 2007


Sebuah percakapan di sore hari….

“Bagaimana seharusnya kita menyikapi sebuah kritikan yang datang kepada kita?”
“Itu tetaplah sebuah pilihan. Terserah kepadamu nantinya untuk memikirkannya secara positif atau negatif. Namun, yang pasti nature seorang manusia dalam pergaulannya adalah menghindari konflik sebisa mungkin. Kritik untuk sebagian orang adalah sebuah sarana konflik dan pasti ada sebuah alasan yang tepat dan mendesak kenapa kritik itu akhirnya diutarakan. Yang pasti, jangan pernah menganggap kritik itu suatu proses kemunduran atau serangan, tapi sebagai sebuah faktor pendorong.”

“Pun bilamana kritik itu terasa sangat menyakitkan hati?”
“Terlebih bilamana itu yang terjadi. Saudaramu telah mengorbankan ketidakenakan dirinya terhadapmu akan semua kemungkinan yang bisa berlaku. Ia mengorbankan kemungkinan betapa mungkin yang akan terjadi adalah kamu akan membencinya sementara ia sebenarnya melakukan itu untuk kebaikanmu dan untuk membuatmu menjadi orang yang lebih baik lagi. Dan apa lah lagi hal terbaik yang bisa kamu lakukan untuk menyikapinya selain dengan menjadikannya sebagai elemen penguat dalam hidupmu.”

---Sore itu, mendadak aku merindukan kembali fragmen lama bersama sahabat-sahabat lamaku dan secarik pengingatan yang entah mengapa tetap sulit untuk dilupakan---

Konsolidasi di Saung Talaga

Wednesday, September 26, 2007


Menjalani aktivitas yang berada di dunia yang berbeda terus terang sangatlah melelahkan. Saya harus akui dalam perjalanan saya saat ini, membagi waktu antara pekerjaan, kuliah dan bisnis bukanlah sebuah perjalanan yang ideal. Terlebih, mengingat tuntutan aktivitas tidak hanya terbatas pada lingkup 3 dunia tersebut. Dan, konsekuensi ketidakoptimalan ini yang harus saya hadapi dalam perjalanannya.

Alhamdulillah, saya bersyukur, untuk bisnis yang saya jalani sekarang, Rumah Video, ada 2 teman saya yang lebih bisa optimal membackup kekurangan yang saya hadapi. Mereka, Taufik dan Acep Hidayat, diberikan keleluasaan untuk bisa full time mengurusi bisnis kami. Terus terang, alasan inilah salah satunya yang menjadi pertimbangan kenapa saya saat ini hanya mau berbisnis jama’i, dan belum mau sendiri. Satu sama lain bisa saling menutupi kekurangan masing-masing, dan sinergi adalah solusi terbaik di kala ini.

Sore kemarin Alhamdulillah bisa menjadi salah satu ajang silaturahim kami. Bila biasanya kami saling berkumpul di mabes – istilah kami untuk kantor kami-maka kemarin kami berkesempatan untuk berkonsolidasi di sebuah rumah makan di bilangan Sawangan, yaitu Saung Talaga, sekaligus mengambil momen buka bersama. Rumah makan yang mengambil konsep lesehan di tengah ”danau” buatan ini, terus terang sangat kondusif untuk sebuah pertemuan yang semi serius. Duduk di sini mengingatkan pada memori di kampus saat pertemuan di selasar Masjid UI.

Bertemu seperti ini, saya jadi teringat ketika saya menghadiri buka puasa di Selaras Outbond, salah satu klien kami, yang bertempat di Bumi Perkemahan Cibubur minggu lalu. Saat itu kebetulan baru saja diadakan Training For Trainers untuk trainer-trainer baru yang ingin diorbitkan oleh Selaras. Total ada sekitar 50an peserta yang menghadirinya.

Ke depannya kami juga menginginkan bisa mengadakan momen seperti ini. Terus terang, bisnis audio visual seperti ini membutuhkan SDM-SDM yang kompeten, terutama untuk kameraman dan editor. Semakin panjang jam terbang dari seorang editor, maka fee yang dibebankan akan semakin mahal. Oleh sebab itu, kami harus bisa terus mencari SDM yang bisa visible dengan biaya produksi kami. Selain itu, bila saja suatu saat nanti kami diberikan kesempatan untuk menjadi besar, mau tidak mau, akan membutuhkan pasokan SDM yang cukup untuk menghandlenya. Oleh sebab itu, kami bermimpi, suatu hari nanti kami akan bisa mengadakan acara serupa, yaitu Training untuk calon kameraman dan editor profesional.

Selain itu, menarik untuk mencermati Visi yang dipunyai Selaras. Mereka memiliki visi untuk menjadi market leader dalam pengembangan SDM berbasis experiental learning di Asia Tenggara 2017. Wah, sudah berpikir level ASEAN saja, batin saya. Terus terang kami memang belum berani berpikir sampai sejauh itu. Target kami ialah menjadi pemain yang diperhitungkan di Jakarta. Tapi, sejauh ini kami masih berfokus untuk perbaikan internal dan pengembangan usaha.

Usaha ini, Alhamdulillah, sudah diberikan kesempatan untuk survive selama kurun 2 tahunan. Tapi kami tahu untuk bisa berkembang lebih jauh, kami harus mengambil resiko lebih besar. Perekrutan SDM baru dan investasi lebih besar untuk pemasaran adalah target kami untuk 3 bulan ke depan. Bisnis ini memang masih kecil. Insya Allah kami akan tetap membumi dengan kondisi kami ini dan tidak akan berpura-pura menjadi besar dengannya. Akan tetapi, di kesempatan konsolidasi kami saat itu di Saung Talaga, ijinkan kami untuk berani bermimpi. Dan saat ini, ijinkan saya untuk sekedar sharing mimpi itu di blog ini.

Salam Sukses,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

NB –

1) Thanks untuk Pak Adib atas inspirasinya tentang entrepreneur yang membumi. Semoga blog ini tidak hanya sekedar menjadi omongan yang kosong belaka, melainkan bisa turut menjadi stimulus untuk sebuah aksi nyata.

2) Baru saja diumumkan tentang event Buka Puasa TDA, yang akan diadakan Sabtu ini. Sayang Sabtu ini telanjur ada janji Buka Puasa Bersama teman-teman pengajian di rumah saya. Semoga lain kali masih ada kesempatan bersilaturahim.

Quote Of The Day (Bau surga)

Monday, September 24, 2007


”Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.” (Maria kepada Fahri di saat ajalnya sudah dekat dan di kala ia akhirnya berhasil melafazkan Syahadat untuk pertama kalinya, taken from Ayat-Ayat Cinta, Habiburrahman El Shirazy).

Buka Bersama Kang Abik


Sebagaimana lazimnya sebuah Ramadhan, agenda buka bersama seakan menjadi ritual wajib yang mengiringi keberadaan bulan suci ini. Kehambaran akan ketiadaannya inilah yang akhirnya memotivasi Ericsson untuk tetap mengadakan acara buka puasa bersama untuk karyawan-karyawannya. Setelah tahun lalu sukses mendatangkan Ustadz Jefri Al Bukhori (UJE), acara yang berlangsung kemarin ini menghadirkan sosok yang sudah tidak asing lagi, Habiburrahman El Shirazy, atau biasa dipanggil Kang Abik, penulis novel best seller Ayat-Ayat Cinta.

Seperti yang sebelumnya saya katakan, saya tergolong terlambat untuk mengikuti trend Ayat-Ayat Cinta. Buku ini booming sepanjang tahun 2005, dan saya akhirnya baru terketuk untuk membacanya di pertengahan 2006. Keterlambatan ini, mungkin salah satunya disebabkan oleh kekerasan hati saya saat itu untuk tidak membaca novel-novel yang saya kategorikan sebagai ”cengeng”, suatu kategori dan prinsip yang di kemudian hari saya harus koreksi.

Sebagaimana pembahasan dalam bukunya, dalam tausiyahnya menjelang buka puasa, Kang Abik banyak mengutip kata cinta dan membahas bagaimana seharusnya cinta itu ditempatkan. Inspirasi Surat Az Zuhruf ayat 67 yang mengatakan bahwa orang yang saling mencintai pada hari akhir nanti akan saling bermusuhan kecuali jika dilandasi takwa, mewarnai keseluruhan renungannya pada sore itu. Mengakrabi cinta yang bertanggung jawab dunia dan akhirat, itulah yang ditekankan Kang Abik pada pendengarnya.

Fahri, Aisha, Maria dan Nurul adalah tokoh-tokoh rekaan dalam novel Ayat-Ayat Cinta yang kisahnya mengharu biru, namun uniknya kental dengan nuansa Islami yang begitu indah. Sebagaimana dikutip dari buku Fenomena Ayat-Ayat Cinta karya Anif Sirsaeba, banyak pengamat yang mengacungkan jempol akan paparan sang penulis baik tentang visualisasi gambaran kehidupan padang pasir, tokoh-tokoh yang dimunculkan, konflik yang berliku, bahasa yang indah yang tak kalah dengan karya-karya penulis pengusung kebebasan sekelas Sidney Sheldon.

Menariknya, Ayat-Ayat Cinta ini dibuat oleh Kang Abik dalam tempo sekitar 1 bulan, di kala beliau beristirahat total karena kecelakaan di Yogya di tahun 2003. Novel yang pertama kali dimuat bersambung di harian Republika pada April 2004 ini, kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di bulan Desember 2004.

Acara buka puasa kali ini memang bukanlah acara resensi akan buku Ayat-Ayat Cinta, mengingat kemunculannya yang sudah tergolong lama. Akan tetapi, pengantar dari Kang Abik akan keindahan cinta hakiki menjadi sebuah selingan yang sejuk di tengah padatnya aktivitas dunia yang seakan terus berkejar-kejaran tak berkesudahan. Seperti sebuah kalimat yang pernah saya dengar, apabila seseorang menulis dengan hati maka ia akan sampai kepada hati pembacanya. Dan visi misi Kang Abik dalam menulis yaitu untuk beribadah dan ikut bersaham dalam menyampaikan Risalah Islam yang indah, menyejukkan dan penuh rahmah, terbukti mampu menyentuh hati pembacanya.

Salam,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

NB –
1) Akhirnya saya harus terburu-buru juga mengakhiri momen buka puasa ini karena jadwal kuliah yang sulit berkompromi. Terpaksa saya hanya bisa iri melihat sahabat saya, Arif Damanhuri (Gendo) dengan sigapnya memintakan tanda tangan dari Kang Abik di 5 buku karyanya yang spesial dia bawa saat itu.

2) Ketika Cinta Bertasbih dan Di Bawah Mihrab Cinta, 2 karya terbaru Kang Abik, sayang saya belum sempat membacanya. Insya Allah...akan jadi target untuk dinikmati.

3) Selamat atas kelahiran putri pertama dari sahabat saya, Rizki Fajar Setiadi (Babe), dinamakan Alya Rizsyafi Aisyah, lahir di Surabaya, dengan berat 4,1 kg dan panjang 54 cm. Barakallah bro, semoga menjadi anak yang sholehah.

Quote of the day (Cita-cita)


”Mengapa kau berhenti bercita-cita, Bujang? Pahamkah engkau, berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia!!” (Pak Mustar kepada Ikal, saat Ikal tidak lagi memiliki antusias untuk meneruskan sekolah dan memelihara prestasi akademisnya selama ini, karena berpikir bahwa semua itu percuma dan ia tetap akan berakhir sebagai seorang kuli miskin, taken from Sang Pemimpi, Andrea Hinata).

Bumi Borneo


Minggu ini termasuk salah satu minggu yang berkesan. Hal ini dikarenakan, setelah kurang lebih 10 tahunan, saya diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki kembali di bumi Borneo Kalimantan, tempat di mana masa kecil saya dihabiskan selama kurun waktu 5 tahunan. Memang saya belum berkesempatan untuk mengunjungi tempat tinggal masa kecil saya di Banjarbaru, sekitar 30 km-an dari Banjarmasin. Akan tetapi kesempatan menyambangi Balikpapan selama 2 hari, seakan mengembalikan beberapa memori lama yang indah di negeri ini.

Banjarbaru saya tinggali selama kurun waktu 1992 hingga 1997. Saya ingat, pertama kali saya pindah ke Banjarbaru adalah ketika saya menginjak kelas 4 SD. Momen menjelang pindah ke daerah ini dari Palembang saat itu benar-benar menjadi momen yang tidak mengenakkan bagi saya. Ketika itu, yang ada di bayangan saya akan Kalimantan adalah sebuah daerah terasing yang banyak ditinggali oleh suku-suku pedalaman yang notabene masih primitif. Terlebih mengingat saya saat itu sangatlah berat meninggalkan teman-teman satu pergaulan. Tapi apa boleh buat, pekerjaan Bapak yang PNS di Departemen Pertanian otomatis menuntut komitmennya untuk rela berpindah domisili manakala panggilan dinas memanggil. Sementara ibu yang berprofesi sebagai dokter gigi pada akhirnya menyesuaikan diri dengan domisili tugas Sang Bapak.

Masa-masa awal di sini bukanlah sesuatu yang ringan. Di awal-awal perpindahan, terus terang saya dikejutkan dengan standar pendidikan di Banjarbaru yang ternyata tidaklah malah lebih rendah dari Palembang. Bahkan saya berani menilai bahwa standar di sana lebih tinggi dibanding dengan Palembang. Selain itu, metode pengajarannya juga lebih kreatif. Masa-masa ini ialah masa-masa dimana saya diberikan kesempatan untuk menyaksikan sebuah dedikasi yang tinggi dari sosok pengajar di daerah yang tidak bisa terbilang daerah maju. Betapa ketika itu saya melihat sosok seperti Pak Wagiyo dan Pak Ngatijo, keduanya adalah Wali Kelas 5 dan 6, yang benar-benar menunjukkan arti sebuah istilah pahlawan tanpa tanda jasa. Dan bahkan yang mengharukan, hingga belasan tahun sampai saat ini, beliau masih tetap mengingat saya, dan beberapa kali tetap mencoba mengkontak via telepon.

Banjarbaru adalah tempat dimana saya mulai mengenal arti sebuah kompetisi. Dimulai dari terpuruknya saya di peringkat kelas ketika pertama kali pindah ke sana. Padahal, sebelumnya di Palembang peringkat pertama adalah sebuah kelaziman. Bertahap kemudian, setelah fase adaptasi yang cukup lama, Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk meraih beberapa prestasi di sana, hingga puncaknya terpilih sebagai siswa teladan tingkat provinsi KalSel. Yah, terus terang sekali lagi ini semua adalah berkat jasa dan bimbingan para pahlawan saya tadi.

Banjarbaru juga tempat dimana saya merasa begitu dekat dengan orangtua saya dan terutama profesi mereka. Rumah saya yang terletak di depan kantor Bapak otomatis membuat saya seringkali justru malah bermain-main di sana saat Bapak dan pegawai-pegawai lainnya sibuk bekerja. Sementara itu, sekolah yang kebetulan letaknya berdekatan dengan tempat bekerja ibu, yaitu RSUD Banjarbaru, otomatis membuat saya sering mampir ke sana sepulang dari sekolah. Terus terang karena seringnya saya bolak balik ke Rumah Sakit membuat saya sempat bercita-cita untuk menjadi seorang dokter. Dan mungkin cita-cita itu akan tetap seperti itu bilamana saya lebih lama lagi tinggal di sana.

Balikpapan memang masih sangat jauh dari Banjarbaru. Berdiri di Hotel Grand Senyiur, di malam itu saya bertekad suatu saat nanti saya akan kembali ke Banjarbaru, Insya Allah....

Salam,

Budi Setiawan
"Once Upon a time become citizen of Borneo"

NB –
1) Sayang sekali proyek yang saya tangani kemarin hanyalah proyek jangka pendek. Satu bulan menangani Kalimantan, dengan deadline yang ketat, kini saya sudah harus meninggalkannya.

2) Hari ini akan ada Buka Puasa Bersama Karyawan Ericsson. Pembicaranya ialah Habiburahman El Shirazy (Kang Abik), pengarang best seller Ayat-Ayat Cinta, can’t wait for it..

Quote of the day (Empat Belas)

Saturday, September 15, 2007

“Em…emm…empat belasss…bujangku...tak diragukan lagi empat belasss…tak lebih tak kurang…” (Ayah Lintang kepada anaknya menjawab pertanyaan perkalian antara empat dengan empat, yang didapat setelah ia berlari pontang-panting di malam buta menemui penduduk di kantor desa, taken from Laskar Pelangi, Andrea Hinata)

Laskar Pelangi


Bicara masalah hidup, adalah bicara mengenai sebuah relativitas yang ironi. Sebuah teorema yang mengatakan bahwa mereka yang terbaiklah yang akan mampu mengarungi terpaan hidup dan menjadi contoh sebuah kesuksesan duniawi, ternyata tidak menjadi suatu yang absolut. Bahwa nasib seseorang tergantung dari usahanya sendiri, bukanlah suatu yang terbantahkan. Akan tetapi, di luar itu tetap ada sebuah tangan di luar kuasa manusia, yang menjadi kunci penentu.

Laskar Pelangi adalah cerita tentang paradoks tersebut. Ia sulit untuk disebut sebagai sebuah karya fiksi, karena ia adalah cerita tentang sebuah kenyataan hidup. Dan rangkaian pengalaman hidup yang penuh dengan paradoks ini yang kemudian mengangkat seorang Andrea Hinata menjadi seorang penulis dengan label best seller.

Sebetulnya memang terlambat untuk menceritakan novel ini saat ini. Ini dikarenakan memang novel ini telah lama beredar dan saat ini tetraloginya sudah mencapai seri ketiga, dengan judul Edensor. Terus terang saya harus akui dalam beberapa kali kesempatan, saya agak terlambat mengikuti arus opini yang ada. Contoh kasus, serial Harry Potter baru saya mulai baca ketika sudah terbit seri ketiganya, dan segera setelah itu semua seri hingga seri ketujuhnya yang masih Bahasa Inggris ludes terbaca. Novel Ayat-Ayat Cinta karya Kang Abik baru dibaca tahun lalu, yang berarti tertinggal 1 tahunan lebih dari semenjak novel itu booming dan menjadi pembicaraan publik.

Tidak perlu waktu lama untuk mengiyakan bahwa Laskar Pelangi menawarkan sesuatu yang berbeda. Sama seperti ketika Ayat-Ayat Cinta dianggap mewakili nilai-nilai kebenaran yang ada di Islam dalam konteks kekinian, maka Laskar Pelangi mewakili sebuah idealisme kehidupan di tengah laju arus kapitalisme yang ada. Penceritaan akan kehidupan sekelompok anak-anak tidak mampu di sebuah daerah terpencil yang kaya akan kandungan mineral dituturkan secara mengasyikkan di sini.

Menarik ketika menyaksikan bahwa ternyata di daerah terpencil seperti itu, ternyata ada anak-anak seperti Lintang, seorang genius alami yang harus bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk bersekolah. Betapa kita akan terkagum-kagum mendapati bahwa dengan keterbatasan finansial dan jarak sekolahnya, anak ini mampu untuk menghitung perkalian yang sangat rumit dalam hitungan kurang dari sepuluh detik serta saat ia mampu untuk berdebat, akan kesalahan teori Descartes dan Aristoteles tentang warna, menghadapi seorang guru fisika yang menjadi guru teladan tingkat provinsi. Betapa kita lalu akan menangis ketika mendapati bahwa anak jenius ini akhirnya terpaksa harus drop out dari sekolahnya ketika bapaknya yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal. Dan paradoks ternyata lebih jauh lagi membawa nuansa satir ketika kurun waktu 12 tahun kemudian membawa pembaca melihat sosok Lintang saat itu.

Sosok lainnya adalah Ikal, yang menjadi sentral dalam Novel ini. Konon sosoknya ini menggambarkan sosok Andrea Hinata yang sebenarnya. Sama seperti Lintang, ia adalah seorang anak miskin yang sempat berdoa untuk tidak mendapatkan pekerjaan yang memaksanya untuk bekerja mulai Subuh. Ironisnya, perjalanan di masa mendatang akan membawa dirinya terpaksa menjadi seorang tenaga sortir surat di kantor pos yang memaksanya untuk mulai bekerja dari Subuh. Sosok yang digambarkan oleh sahabatnya sebagai seorang yang kelelahan mencari identitas, insomnia dan terobsesi dengan satu cinta ini memang digambarkan masih belum menyelesaikan akhir ceritanya. Dan mungkin inilah yang akan menjadi benang merah penyambung dengan rangkaian tetralogi berikutnya, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov.

Total masih ada 9 personel Laskar Pelangi lainnya yang masing-masing membawa karakter unik, A Kiong, Borek, Syahdan, Kucai, Mahar, Trapani, Sahara, Harun dan yang paling terakhir bergabung, Flo. Penceritaan memikat tentang keseharian mereka di masa remaja yang ditutup dengan perasaan bercampur aduk melihat sosok mereka ketika menginjak usia dua puluhan.

Satu hal yang pasti, karya sastra ini mengajak pembacanya untuk benar-benar mensyukuri nikmat hidup yang kita miliki saat ini, karena masih banyak di luar sana orang-orang yang nasibnya sangat jauh tidak beruntung dari kita. Memang sebuah hal yang biasa kita dengar. Namun, ironisnya bisa jadi sebetulnya kita tidak lebih berhak dari mereka untuk menikmati apa yang kita punya saat ini. Dan sudah sepatutnya kita menghargainya karena belum tentu kita tidak akan pernah kehilangan nikmat itu ke depannya.

Menarik. Yang pasti saat ini saya tidak ingin kehilangan momen berharga untuk bisa menikmati seri selanjutnya dari buku ini….

Thanks to Pak Roni atas rekomendasi buku ini, juga untuk Mas Fadil atas dorongannya membaca buku ini...

Salam Hangat,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

Quote of the day (Death)

Thursday, September 13, 2007


“You are the true master of death, because the true master does not seek to run away from Death. He accepts that he must die, and understands that there are far, far worse things in the living world than dying.” (Dumbledore to Harry Potter before his final war against Voldemort, taken from Harry Potter and Deathly Hallows)

JCo-ing


Terus terang tulisan kali ini adalah tulisan ketiga secara beruntun. Entah kenapa, bila sedang menemukan mood seperti saat ini saya menjadi seperti tidak bisa menyetop keinginan saya untuk bisa terus menulis. Secara umum, saya merasa nyaman menulis di sini, tidak seperti ketika menulis di blog sebelumnya di friendster, yang setiap kali posting akan memberikan reminder ke semua list friends yang ada.

Well, terus terang blog ini lebih privacy. Tidak banyak orang yang tahu dan untuk sementara waktu ini saya juga tidak akan terlalu mempromosikan blog ini. Toh, rencana awal dari blog ini adalah menjadi ajang curhat dan latihan berekspresi untuk saya serta juga ajang pengingatan untuk selalu berpikir positif bagi saya.

So, apa yang selanjutnya akan ditulis.

Tulisan soal JCo sebetulnya sudah banyak diulas dimana-mana. Terakhir, majalah Swa terbaru mengeluarkan tulisan tentang perkembangan bisnis donut yang saat ini persaingannya sudah sangat ketat. Sebetulnya saya tidak hanya iseng ingin menulis tentang JCo, akan tetapi karena baru kemarin saya sekelompok di kuliah diberikan tugas presentasi tentang JCo, yah tidak ada salahnya untuk sekedar berbagi di sini. Apalagi JCo, walaupun dari namanya terkesan asing, sebetulnya merupakan merk lokal, yang otomatis hasil produk anak negeri sendiri.

Konon, kabarnya JCo didirikan oleh Johnny Andrean, pemilik salon ternama dan waralaba Breadtalk, setelah melalui riset yang intensif selama 3 tahunan. Walau demikian, dalam prosesnya Johnny Andrean akhirnya memutuskan untuk mengambil waralaba Breadtalk dari Singapura terlebih dahulu. Setelah terbukti Breadtalk sukses, maka Johhny Andrean menemukan bahwa ada pasar yang sangat potensial untuk dimasuki dengan sebuah produk donut.

Saat itu bisnis donut otomatis hanya dikuasai oleh Dunkin Donuts saja. Akan tetapi, kehadiran JCo dengan konsep yang segar, terbukti bisa menarik minat orang-orang untuk menyerbunya. Yang menarik, dengan keberadaan JCo ini sebetulnya pasar Dunkin Donut tidak malah menjadi berkurang, akan tetapi justru bertambah. Keberadaan JCo justru membuat pasar donut menjadi bertambah besar. Dan inilah yang menyebabkan saat ini begitu banyak merk donut yang bereaksi menyerbu pasar.

Hal lain yang menarik dari JCo adalah bahwa ia adalah sebuah merk lokal. Ini merupakan sebuah sinyal yang bagus sebetulnya untuk bisnis lokal, karena membuktikan bahwa merk lokal juga bisa bersaing dengan merk global. Syukur-syukur ke depannya bisa menjadi cikal bakal produk lokal untuk tidak kalah dengan merk-merk negara lain yang sukses di negaranya sendiri, seperti Proton di Malaysia, Baidu di China yang mengalahkan Google, atau Tata Group di India.

Tulisan ini tidak akan mengulas secara detail. Judul tulisan di atas, JCo-ing, adalah salah satu istilah yang diperkenalkan oleh JCo di dalam pemasarannya, merujuk pada kenyamanan yang dipunyainya bagi orang-orang yang ingin bersantai sejenak sambil menyantap donut di gerainya yang mirip kafe. Hmm...sebetulnya tidak selalu menyantap donut seh. Saya tempo hari sukses nongkrong beberapa jam di JCo Senayan City, menikmati WiFinya, mengerjakan tugas kuliah, tanpa sama sekali membeli produknya untuk dimakan di sana. Hmm...not a good one actually...

Thanks to Jco-ing, saya akhirnya malah bisa bertemu dengan teman ex-kuliah S1 dulu yang sudah satu tahunan tidak bertemu. Well, kalau kalian membaca blog ini, Hendro [dan juga Sorayya], kalian akan tahu kenapa kemarin kita ketemuan di Senayan City. So, jangan gosip yang enggak-enggak yah...Hmm...kali ini tulisan sudah mulai tidak jelas, dan saatnya mengakhiri sampai di sini. See u in next session....:)

Salam Hangat,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

Investasi Akhirat


Bicara masalah investasi adalah bicara mengenai masa depan. Kita mencoba untuk mem-plan masa depan kita sehingga kelak kita bisa menjadi sosok yang bahagia. Nah, bicara tentang masa depan tentunya kita tidak bisa cuma berpikir jangka pendek. Perencanaan jangka panjang, sebagaimana sudah lazim dalam sebuah teori bisnis, adalah sebuah keniscayaan.

Bicara soal perencanaan jangka panjang, tentu pandangan kita harus mampu untuk melihat lebih jauh, bahkan sebisa mungkin tidak terbatasi oleh sebuah kotak kehidupan yang disebut dunia. Keberadaan alam lain setelah dunia, yang kita sebut akhirat, adalah sebuah hal yang sudah niscaya dan bukan lagi sebuah mitos. Seorang yang telah disadarkan untuk membuat sebuah perencanaan yang teliti dalam hidupnya, tentulah seharusnya juga memikirkan perencanaan yang harus dilakukannya dalam meraih kebahagiaan di dunia di balik dunia.

Bicara soal ini, sepulang dari seminar Adam Khoo kemarin, saya menemukan bacaan yang menarik dari Majalah Hidayatullah. Sebuah artikel yang berjudul Rahasia Ramadhan Keluarga Qur’an, karya Deka Kurniawan. Di sana diceritakan tentang kehidupan keluarga seorang anggota DPR yang ternyata adalah keluarga penghafal Al Qur’an. Jangan dibayangkan ketika berhadapan dengan keluarga yang seperti ini, lantas pikiran kita akan membayangkan sekumpulan orang yang hidup terpencil dan memisahkan diri dari kehidupan masyarakat. Tidak, ia adalah keluarga seorang anggota DPR dari salah satu fraksi Partai Islam, yaitu Mutamminul Ula.

Di sana digambarkan bahwa keluarga ini memiliki 10 orang anak. Yang paling sulung bernama Afzalurrahman, berusia 21 tahun, semester 6 Teknik Geofisika ITB, hafal Qur’an sejak usia 13 tahun, dan sekarang masuk ke Program PPSDMS, Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB, dan peserta Pertamina Youth Programme 2007 dari ITB. Yang paling kecil, Himmaty Muyassarah, baru berusia 7 tahun, bahkan telah hafal 1 juz Qur’an.

Menarik untuk mengutip pandangan Mutammimul dalam mengelola keluarganya, “ Hidup yang sementara ini adalah investasi akhirat untuk mencapai ridha-Nya dengan dakwah. Kami harus terus mengejar surplus kebajikan dengan menjaga kelangsungan dakwah ini melalui upaya mempersiapkan anak-anak menjadi pemikul dakwah.”

So, sejauh manakah kita telah mencoba berinvestasi untuk dunia kita yang akan datang...Semoga Ramadhan kali ini bisa berfungsi sebagai katalisatornya....Amin...

Wassalam,

Budi Setiawan
"Hanya seorang manusia dhaif"

So this is Adam Khoo


Sebetulnya sudah termasuk telat untuk membicarakan soal Adam Khoo di kesempatan sekarang. Saya bertemu dengan sosoknya Sabtu, 8 September kemarin dalam sebuah kesempatan Seminar di Hotel Ciputra. Jadi, sebetulnya sudah telat nyaris seminggu. Yah, better late than never, right.

Bagi mereka yang telah memilih menjadi pengusaha sebagai jalan hidupnya, tentu nama Adam Khoo ini sudah menjadi nama yang cukup fenomenal. Betapa tidak, dalam usia yang saat itu baru 26 tahun, Adam telah berhasil menjadi seorang milyader dengan bisnis yang omsetnya mencapai $ 20m. Selain itu, ia menjadi salah satu contoh sosok pengusaha sukses dengan prestasi akademis di perkuliahan yang luar biasa. Ia termasuk sebagai Top 1 persen dari mahasiswa berprestasi di Singapura. Sebuah kombinasi yang boleh dikatakan jarang terjadi, terlebih mengingat adanya sebuah mainstream di dunia bisnis sekarang yang berkata seakan prestasi akademik akan berbanding terbalik dengan kesuksesan di dalam berbisnis.

Semenjak masuk ke komunitas bisnis Tangan Di Atas, saya memang sudah lama penasaran dengan sosok ini. Konsep yang dibawanya, terutama dalam bukunya, Master Your Mind Design Your Destiny, dijadikan sebagai salah satu kurikulum di komunitas ini. Formula yang digunakan sebetulnya formula yang bersifat umum, yaitu formula DSA (Dream Strategy Action), yang terdiri dari :
1. Beliefs
2. Goals
3. Strategy
4. Action

Akan tetapi di tangan seorang Adam Khoo, formula ini begitu lincah dituturkan. Bagaimana digambarkan olehnya akan adanya 3 tipe orang dalam menghadapi kegagalan. Yang pertama ialah menyerah begitu saja. Yang kedua adalah mencoba lagi, akan tetapi dengan strategi yang sama, yang kemudian gagal lagi. Dan yang ketiga, ciri seorang pemenang, ialah dengan mencoba lagi dengan strategi berbeda, yang kemudian selanjutnya akan berhasil.

Formula yang simpel. Sebagaimana saya juga pernah dapati sebuah kata-kata, terbentur, terbentur, terbentur dan kemudian terbentuk, kegagalan bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti.

Banyak hal lain yang bisa disharing dari seminar kemarin. Akan tetapi, untuk saat ini saya hanya akan menambahkan satu hal saja lagi, yaitu formula Adam Khoo untuk meningkatkan penghasilan dari seseorang. Rumusnya adalah sbb.

Income = Value x Time x Scalability

Value adalah nilai yang dihasilkan oleh seseorang di dalam pekerjaannya. Saya ingin sharing lebih lanjut tentang value ini di posting berikutnya, yang kebetulan saya dapatkan dari Dosen Corporate Finance saya di perkuliahan. Time adalah waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan nilai. Sementara yang menarik ialah Scalability, yaitu faktor pengali yang mampu membuat nilai kita perjamnya menjadi berlipat ganda.

Scalability inilah yang membedakan seorang Madonna dan seorang dokter. Saya, dan pasti Anda semuanya, pasti sependapat bahwa seorang dokter memiliki value yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Madonna. Yang satunya berkaitan dengan hidup mati seseorang, sementara yang satunya hanya menyajikan kesenangan sesaat. Akan tetapi, mengapa seorang Madonna mampu menghasilkan besaran pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan seorang dokter.

Sebelum Anda skeptis dengan mengatakan bahwa inilah kenyataan dunia sekarang dimana hiburan dipandang jauh melebihi segalanya, harus diakui bahwa Madonna telah berhasil memanfaatkan faktor scalability-nya dengan baik. Ia berhasil memanfaatkan unsur-unsur pendukung seperti televisi, radio, buku, majalah, internet untuk mempublikasikan namanya. Dan otomatis ini membuat nilainya perjam menjadi semakin besar.

Scalability dari seseorang bisa beraneka ragam. Ia bisa dengan menjadikan dirinya sebagai sosok yang amanah, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga namanya menjadi terkenal dan banyak orang percaya padanya. Ia bisa dilakukan dengan cara rajin menyumbangkan ide, saran maupun kontribusi kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan, mungkin blog adalah salah satu cara untuk meningkatkan faktor scalability.

Intinya, dimanapun Anda berusaha, cobalah untuk menemukan faktor scalability yang akhirnya bisa membawa Anda menjadi sosok yang berhasil. Tentu, it’s all not always the matter of income. But, It’s will always the matter of you.

Salam sukses selalu,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

Marhaban Ya Ramadhan

Tuesday, September 11, 2007

Menjelang Ramadhan, mohon dimaafkan atas semua kesalahan yang telah lewat, selamat berpuasa, moga Ramadhan kali ini bisa menjadi Ramadhan yang terbaik dan amal ibadah kita bisa diterima di sisi-Nya.

Well, berikut nice quote yang saya dapat menyambut bulan yang mulia ini.

#) Hatiku tak sebening XL, Tak secerah Mentari, Banyak dosaku padamu FREN, Kini Ramadhan datang lagi, Kuharap SIMPATImu agar aku mer-AS-a lega, BEBAS dari semua khilaf, lebih FLEXI-bel dan kuat dalam menjalankan Ibadah Puasa, Sukses kayak MATRIX dan menjadi STAR-ONE, Dan semoga semua amal kita mendapat acungan JEMPOL, tidak eSIA-sia. sapa HALOmu kutunggu, THREE-ma kasih untuk semuanya. SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1428 H

#) Dear All,

Sebening Fiber Optic,

setinggi Tower BTS,

secepat Broadband Access,

sesibuk Operator sekarang...

Dari setiap Folder hati terdalam,

Mohon dibukakan Bandwidth maaf selebar-lebarnya. .. MINAL ÄIDIN
WALFÄIZIN


#) MARHABAN YAA RAMADHAN

Assalaamu'alaikum wr.wb..
Sebelum cahaya surga padam, Sebelum hidup berakhir,
Sebelum pintu tobat tertutup, Sebelum Ramadhan datang,

Ijinkan saya
Mengucapkan mohon maaf lahir dan bathin....
Taqqobalahu Minna Waminkum, Taqoballahu Ya Karim,

" Do'a Malaikat Zibril Menjelang Ramadhan "
"Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

* Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
* Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri;
* Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasulullah pun mengatakan Amiin sebanyak 3 kali. Dapat kita bayangkan, yang berdo'a adalah Malaikat dan yang meng-amiinkan adalah Rasullullah
dan para sahabat, serta dilakukan pada hari Jum'at.

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1428 H

SEMOGA KITA DAPAT MERAIH RIDHO ALLAH SWT

Business As A Game

Thursday, September 06, 2007

Total sudah sekitar 2 mingguan lebih saya tidak mengisi blog ini lagi. Terus terang ini tidak sesuai dengan harapan saya sebelumnya yang ingin mencoba mengusahakan minimal 1 minggu sekali akan ada postingan yang dimasukkan. Sekali lagi, bicara soal blog ini, saya mencoba untuk tidak terlalu ber”berat-berat” ria dan ingin menjadi seperti air mengalir saja. Toh, maksud awalnya memang lebih ditujukan untuk menyalurkan kemampuan menulis yang sebenarnya pas-pasan ini. Tetapi tetap saja, ternyata memang benar kalau banyak penulis yang mengatakan bahwa menulis itu persoalan mood juga. Dan harus diakui mood menulis sempat hilang 2 mingguan kemarin.

Hmm..whats to talk first? Memang seh terus terang 2 minggu terakhir kemarin kerjaan di kantor sedang agak-agak ribet lagi. Mungkin efek postingan sebelumnya kali ye soal pengangguran terselubung. Gak lama setelah itu (jeda 1 hari saja bo..) langsung saya disodorin project baru lagi untuk ditangani. Dan memang point menantangnya, kerjaan kali ini tergolong baru buat saya. Yah, otomatis belajar lagi…

Anyway, saya tidak akan membahas terlalu dalam soal profesi saya sebagai engineer ini. Ada hal yang menarik yang ingin saya sharing di sini. Tidak kurang 2 hari yang lalu, tidak sengaja ketika saya sedang cuci mata di TB Gunung Agung PIM selepas pulang kantor, mata saya menangkap satu artikel menarik di majalah WK (Wirausaha & Keuangan), yang ditulis oleh Bapak Rusman Hakim, yang tulisannya sering muncul di milis komunitas bisnis. Artikel kali ini bercerita soal business as a game.

Tulisannya dibuka dengan uraian adanya kecenderungan dari kebanyakan orang ketika mereka ingin berbisnis, mereka mencoba untuk mengikuti seminar dan pelatihan2 bisnis, bahkan beberapa mencoba untuk mengambil jalur kuliah, bahkan hingga S2 atau S3. Fenomena ini banyak terjadi dan adalah merupakan sebuah pilihan yang cukup logis. Akan tetapi, sebagaimana yang diceritakan di sini, hal ini tidak langsung berbanding lurus dengan kesuksesan yang dihasilkan oleh bisnis.

Di sana dicontohkan seorang Thomas Alfa Edison. Dia bukanlah sosok yang pintar di perkuliahannya. Akan tetapi, yang membuatnya sukses adalah hobinya mengutak-atik perkakas, hingga akhirnya berhasil menciptakan bola lampu pertama dan mendirikan perusahaan General Electric. Pun juga Bill Gates, yang sukses dengan Microsoftnya, ternyata adalah drop out dari Universitas Harvard. Yang menjadi kunci suksesnya adalah ketekunan dan kesenangan untuk mengutak-atik program komputer. Mereka berdua menganggap bahwa bisnis yang mereka jalani adalah bagian dari kesenangan mereka, hobi mereka yang kemudian mereka coba untuk salurkan dan kemudian akhirnya bisa menghasilkan bisnis yang sukses.

Well, membaca artikel itu saya jadi teringat dengan saya sekarang. Terus terang, bisnis yang saya jalani saat ini, yaitu Rumah Video, bukanlah berasal dari hobi saya. Akan tetapi setelah menjalani beberapa saat, terus terang saya mengaku enjoy menjalaninya. Kebetulan salah satu klien tetap kami adalah salah satu lembaga outbond yang cukup ternama. Paling tidak setiap minggunya ada project yang bisa dikerjakan dan dilakukan di luar kota, entah di Puncak, Sukabumi atau Bandung. Seperti 2 minggu lalu, saya menyempatkan diri untuk mengikuti acara outbond Bank Mandiri se-Jawa Barat yang dilakukan di Cipayung, Puncak.

Kerjaannya santai, suasananya fun, apalagi saya di sana sebetulnya tidak menjadi pekerja utama. Untuk shooting acara, sudah ada 2 teman saya yang menangani. Jadinya, otomatis ketika di sana saya benar-benar menjadi tamu kehormatan saja. Memang seh lebih seru kalo langsung ikut menjadi peserta. Akan tetapi, mendapati suasana santai seperti ini tentunya merupakan sebuah kenikmatan tersendiri. Apalagi, tak dinyana di sana saya bisa bertemu dengan teman SMU saya, yang saat ini bekerja di Bank Mandiri Bandung.

Saya harus akui bahwa salah satu dari kegemaran saya adalah travelling. Walaupun kegemaran ini bersaing ketat dengan kegemaran saya untuk membaca, akan tetapi tetap fun untuk menjalaninya. Kurun waktu sebulan kemarin, setiap weekend, rasanya benar-benar menyenangkan. Dimulai dari acara family gathering komunitas warga PKS Kebagusan di Puncak, dilanjutkan dengan acara family gathering kantor saya (Ericsson-red) di Cibubur minggu depannya, dilanjutkan minggu depannya lagi dengan acara Bank Mandiri di atas, dan ditutup minggu lalu dengan acara outing karyawan Departemen di Ericsson di Bali. Hmm..it’s a fun yah.

Yah, saya mencoba untuk menjalani hidup ini dengan santai sekarang. Salah satu ulama besar, Hasan Al Banna, pernah mengatakan bahwa kewajiban kita jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia. Hanya dengan menjalani kewajiban2 dan tugas2 kita dengan enjoy maka kita dapat menjalani proses maraton hidup ini hingga tuntas.
So, hopefully this kind of business will be a good game for me to handle. Toh, sekali lagi, saya masih belajar. Bisa menjadi seorang Bill Gates? Untuk saat ini, saya memilih untuk tetap menjadi seorang Budi Setiawan. Atau kalian boleh memanggil saya Buset.

Salam,

Budi Setiawan
"Rumah Video"

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.