Even Life’s still Beautiful when We Loosing Something….

Thursday, January 31, 2008



Sebuah kenangan masa lampau, walaupun kita tahu ia tidak akan pernah kembali, terkadang bisa menjadi pengingat lagi bagi kita untuk melangkah lebih baik lagi ke depannya.
Dan kali ini biarlah saya mengenang tulisan pertama saya di media yang bernama blog ini, sebuah tulisan sederhana dari orang yang masih mencoba untuk belajar dari kesempatan hidup yang diberikan oleh-Nya. Sebuah pengingatan untuk tidak mudah menyerah akan rasa kehilangan…

Teruntuk sahabat-sahabat yang pernah atau sedang merasakan sesuatu yang bernama kehilangan.

http://iniboedi.blogs.friendster.com/kuhanyaseorangpengembara/2006/08/index.html

******************************************************************************

Pernahkah kita merasa kehilangan seseorang atau sesuatu dalam hidup ini yang sangat berharga dalam hidup kita? Well, that’s always be the nature of life.
Ada dan tiada adalah satu keniscayaan yang kt sama sekali tidak bisa ubah. Sesuatu yang kita tahu dengan pasti, akan tetapi selalu sulit ketika ia datang menyapa kita.
Tapi sahabatku, bagaimanapun sulitnya, tetap ada sesuatu yang bisa kt pelajari dari hidup. Suatu pengalaman indah ketika ku diberikan kesempatan untuk bisa bersua dengan sosok yang berhasil merubah kehilangan menjadi indah. Tersebutlah Pak Anto di Banda Aceh yang berhasil menyelamatkan diri ketika musibah tsunami terjadi di Aceh sekitar 3 tahun silam. Beliau selamat dengan menyisakan duka teramat dalam mengingat Ia terpaksa menyaksikan akhir hidup dari istri dan anaknya tercinta. Yah, menyaksikan betapa ketika air bah menyapu rumahnya, Ia mendekap istri dan anaknya. Memori terakhir yang akan selalu dikenangnya ialah ketika istri dan anaknya tersebut menatapnya dengan senyuman sebelum akhirnya gelombang air bah membuat semuanya menjadi gelap.

Akhir dari kehidupan yang indah….

Sungguh lumrah apabila akhirnya sosok Pak Anto, seorang pengusaha kontraktor yang cukup sukses di sana, menjadi sosok Pak Anto yang menjadi hidup segan mati tak mau. Tapi sahabatku, tetap ada pilihan dari setiap situasi yang menimpa kita. Beliau memang jatuh, bahkan bisa dikatakan terkubur. Istri dan anaknya telah lama menjadi tujuan utamanya ketika Ia bekerja membanting tulang membesarkan bisnisnya, ketika Ia terpaksa menghalalkan segala cara untuk bisa menjadikan keluarganya lebih bahagia. Dan ketika tujuan hidupnya dihilangkan ....

Selalu ada pilihan untuk membuat hidup ini indah...

Dan 2 bulan setelahnya, ketika takdir mempertemukan kt berdua, hanya satu kalimat yang bs terucap...

Subhanallah...

Karena ia masih berdiri di sana. Bukan dengan tertatih-tatih. Tapi, tetap penuh inspirasi menggerakkan penduduk di kampungnya untuk bs bangkit, utk bersama membangun kembali kampungnya, menyemangati sosok2 letih dan sedih utk tetap bersemangat.
Dan ia pun bertekad utk tidak lagi menghalalkan segala cara utk mencukupi hidupnya...

Life won’t be the same again ....

Sulit untuk bs tau dengan pasti apa yang membuat sosok ini tetap bertekad utk melanjutkan dan memperbaiki hidupnya…tapi yang pasti ia telah memilih, utk tetap membuat hidupnya menjadi indah.

Indah…dengan menyaksikan sosok orang2 yang dibantunya untuk bangkit, sosok2 yang kembali tersenyum setelah sebelumnya murung, sosok2 yang sebelumnya lesu namun kini kembali bersemangat, dan segera ia melihat mengapa hidup bs menjadi indah…

Suatu kenangan yang indah bs bersua dengannya…suatu inspirasi utk tetap percaya bahwa hidup itu indah….

Selamat Ulang Tahun, TDA [Selintas Milad 2 TDA]

Sunday, January 27, 2008


Suatu waktu saya pernah bermimpi untuk bisa lagi memiliki sebuah USB flash disk mungil sebagai sarana menyimpan data. Kebetulan kepunyaan saya yang lama hilang, sehingga jadilah selama ini hanya mengandalkan harddisk eksternal yang ukurannya cukup besar kemana-mana. Sama sekali tidak terduga, ternyata hari ini saya bisa mendapatkan USB impian saya itu. Tidak tanggung-tanggung, dengan ukuran 4 GB, merk terkenal, dengan ukuran mungil. Terlebih lagi, bukan hanya itu, sebuah tas laptop batik dan produk-produk jamu Mahkota Dewa juga menjadi bonus tambahan. Sebuah anugerah dalam satu hari yang sama. Dan mari kita lihat apa saja yang terjadi dalam hari ini....

Puncak perayaan milad ke-2 TDA akhirnya resmi dilangsungkan pada hari ini, Minggu, 27 Januari 2008, dengan bertempat di Gedung Menara BDN Lt.11. Resmi dihadiri sekitar 400an peserta, acara dibuka dengan refleksi 2 tahunan oleh founder TDA, Badroni Yuzirman. Sebuah refleksi yang menceritakan kembali awal berdirinya TDA yang dipelopori oleh sebuah pertemuan para pembaca setia blog Pak Roni di RM Sederhana di bilangan Rawamangun, pada tanggal 22 Januari 2006. Sebuah pertemuan, yang di kemudian hari terus menggulirkan sebuah komunitas yang beranggotakan hingga 1500 an member.

Acara-acara selanjutnya mengalir dengan begitu ringan dan memotivasi. Format acaranya yang padat dirancang dengan begitu variatif. Ada sesi talkshow dengan pembicara berlimpah ruah, sesi motivasi dengan cerita pengalaman jatuh bangun yang begitu inspiratif, sesi kentrung, sejenis lenong, yang sangat menghibur, hingga sesi awards dan pembagian doorprize yang sangat ditunggu-tunggu. Memang sudah tepat dengan temanya, Celebrating, sharing, networking, inspiring, rewarding dan challenging.

Saya pribadi menikmati momen-momen berlangsungnya acara yang ada. Nikmatnya, akhirnya saya bisa bertemu dan berkenalan dengan sosok-sosok yang sebelumnya hanya saya nikmati dari cerita-ceritanya di blog saja. Memang berbeda dengan momen-momen TDA Offline sebelumnya, di momen kali ini saya coba untuk mempersiapkan diri lebih dengan cara mengunjungi blog-blog anggota-anggota TDA sebelum acara berlangsung. Jadi, saat acara paling tidak sudah ada bayangan, walaupun sedikit, tentang orang-orang yang ingin ditemui.

Terlebih, mengikuti saran dari sang ketua panitia, Pak Faif Yusuf, kartu nama sukses dipersiapkan di saat-saat terakhir. Yup, kartu nama baru saya ambil pagi-pagi sekali sebelum berangkat di markas Rumah Video. Sebetulnya masih ada kartu nama yang sebelumnya, hanya saja karena ada perbaruan logo Rumah Video, mau gak mau, kartu nama baru pun kemarin ngebut dipersiapkan dalam tiga hari.

Satu lagi persiapan saya sebetulnya ialah membawa buku-buku untuk ditandatangani oleh pengarang-pengarangnya di momen ini. Kebetulan saya curiga paling tidak ada 4 pengarang buku yang saya miliki yang akan hadir di acara ini. Ada Pak Masbukhin Pradhana, dengan bukunya ”Cara Brilian menjadi karyawan beromzet milyaran”, lalu ada Pak Wuryanano, dengan bukunya ”the 21 principles to build and develop fighting spirit”, trus ada Pak Valentino Dinsi, dengan ”Jangan mau seumur hidup jadi orang gajian”. Sayang, bukunya Cak Eko nyelip, dan belum ketemu hingga saat-saat terakhir. Alhamdulillah, dari target yang ada, yang sukses cuman Pak Masbukhin, yang dicegat setelah menjadi host, dengan bonus, tanda tangan Pak Faif di buku perdananya, ”Rahasia jadi entrepreneur muda”. Pak Wuryanano meleset dari sasaran. Padahal Sabtu sebelum hari-H, sempat bertemu langsung di Hotel Peninsula untuk mengambil majalah titipan dari beliau. Pak Valentino, juga sama, meleset.

Satu lagi persiapan yang kurang sukses, adalah handycam. Awalnya memang sudah ditawari pinjaman dari Rumah Video, hanya saja pas hari-H ternyata masih belum juga kembali dari acara lain. Ya sudah, modal multimedia pun dilakukan seadanya saja.

Hmmm...cukup cerita kurang pentingnya...:)

Kembali lagi ke acara. Bisa dikatakan sebetulnya peserta cukup kewalahan menerima hantaman materi yang berlimpah dari pembicara-pembicara yang berbobot. Ada Pak Wuryanano, dengan filosofinya, jatuh, bangun, jatuh, bangun, dan bangun terus, dengan modal IMF (Istri, Mertua dan Family). Ada Pak Teguh Atmajaya (Bang Azmi), yang ternyata eks rekan satu departemen IT dengan Pak Masbukhin. Ada Mas Adzan W, lulusan Fasilkom 2001, yang terinspirasi berbisnis ketika ada tetangganya yang meninggal karena keterlambatan perawatan di rumah sakit akibat ketiadaan biaya. Dan lain-lain, seperti Bu Doris, Mas Phillips, Pak Bambang Triwoko, Pak Tri Atmojo, Cak Eko, Pak Fauzi Rachmanto, Mas Hendy Setiono, dengan host sekaliber Pak Masbukhin dan Bu Aning Harmanto. Lebih lengkapnya tentang mereka, bisa dilihat langsung di blog-blog mereka yah.

Nah, pembicara terakhir cukup spesial. Dikatakan cukup spesial karena bisa dikatakan baru pertama kali inilah pembicara ini sharing ilmu-ilmunya yang ringan dan menyentil di komunitas TDA secara umum. Raja FO Bandung, dengan outlet-outlet yang bejibun, seperti The Big Price Cut, China Emporium, The Summit, The Container, dan lain-lain. Yup, namanya Pak Perry Tristianto.

Bahasannya sangat to the point. Ia tidak suka dengan bisnis yang ribet, terlebih bila harus berurusan dengan pemerintahan. Ia lebih menyukai bisnis, yang disebutnya, bisnis recehan. Yup, recehan, tapi semakin lama akan semakin menggunung, hingga akhirnya menjadi laksana bukit. Ceritanya asyik. Ketika bicara tentang anaknya, yang saat ini masih berkuliah di Perth, ia berkata simple. Akan meminta anaknya untuk berjualan juice di tepi jalan. Yup, lulusan Perth dimintanya jadi pedagang kaki lima. Triknya simple. Ia akan mendeklarasikan ke teman-temannya bahwa anaknya saat ini sedang berjualan juice dengan fasilitas sendiri di tepi jalan. Jadinya, akan banyak orang yang tahu. Efeknya, orang-orang akan tertarik membeli di sana. Dan bisnis pun lama-lama akan membesar. Analoginya, manfaatkan nama besar untuk membesarkan sebuah usaha yang masih kecil. Misal, bila kita karyawan Bank Mandiri, maka boleh dibuat warung makan dengan sebutan tambahan, warung makan eks karyawan Mandiri...:)

Pelajarannya secara garis besar simple. Jalan-jalan, cari wawasan lebih, manfaatkan waktu luang, cari teman yang banyak, banyak maen...Satu lagi provokasinya, bila berbisnis ga usah lama-lama dan repot-repot memikirkan BEP. Cukup pikirkan kemungkinan ruginya berapa, apakah kalo rugi kita akan melarat, kalo enggak ya udah jalanin saja. Hmmm... ucapan yang terakhir memang provokatif abis deh..

Oke, acara tentunya ga cuman berlangsung serius. Sesi kentrung, sejenis ketoprak dan lenong, bisa membawa kesegaran di tengah keseriusan acara. Tak dinyana, ternyata TDA menyimpan calon-calon pemeran Ekstravaganza masa depan, seperti Bu Aning, Bu Yulia, Pak Faif dan Pak Agus Ali...:)

Dan akhirnya, sampailah kita di acara-acara terakhir. Diawali dengan awards, yang terdiri dari TDA Blogger Awards, TDA Dream Writing Awards, dan ”All About TDA” Writing Awards. Kemudian diselingi dengan wisuda wirausahawan baru TDA, dan challenge untuk milad ke depan. Dan ditutuplah acara dengan penutup seperti biasa, dengan dream setting oleh Pak Yusef Helmy dan penutupan. Berakhirlah acara hari ini dengan sukses...:)

Mmmm...lantas bagaimana asal muasal USB flash disk mungil yang diceritakan di depan??

Alhamdulillah, tak disangka, tulisan sederhana saya tentang TDA, bisa menjadi juara 2 di ”All About TDA” Writing Awards. Padahal, tulisannya masih tipikal orang yang belajar menulis, dan sempat ragu juga untuk mengikutsertakannya tempo hari. Makanya, tulisannya baru dikirim di saat-saat terakhir batas waktu, yaitu tanggal 20 Januari jam 22.00 malam. Karena tidak yakin pula, sempat lama juga bereaksi waktu dipanggil untuk maju ke panggung. Maaf yah Bu Aning karena lelet..

Akhir kata, saya mendapatkan hadiah-hadiah seperti yang saya sebutkan di atas. Thanks to Bu Aning dan Pak Bams atas kontribusi hadiahnya. Thanks also to all TDA Communities. What I can say right now, Happy birthday, all the best for u…

Note : Btw, ada yang punya foto penyerahan hadiahnya gak? Mo dikoleksi en tadi kelupaan nanya…hehe..mumpung ada foto bareng Pak Roni, jarang2..:)


Note 2 : Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun, di tengah acara didapati kabar bahwa mantan Presiden kita, Bapak Soeharto, telah meninggal dunia jam 13.00. Semoga arwahnya diterima di sisiNya. Amin.

Romantika bersama TDA

Sunday, January 20, 2008



”Bud, kalo lo benar-benar tertarik belajar bisnis, ada satu tempat dimana lo bisa dapetin apa yang lo mau.”

”Wah, apa tuh Mar?boleh juga kalo OK.”

”Coba ini. Namanya Tangan Di Atas. Dijamin lo ga akan nyesel.”

”Tangan Di Atas? Apaan tuh??”

Demikian kira-kira percakapan saya dan sahabat saya, Mario Hendracia, saat kami tidak sengaja berjumpa di sebuah seminar yang dibawakan oleh Tung Desem Waringin, kira-kira di semester terakhir 2006. Saya sudah lama tidak berjumpa dengan teman saya ini, semenjak saya lulus kuliah di bulan Maret 2005. Dan cukup mengejutkan ketika Ia ternyata telah cukup lama intens dengan komunitas-komunitas bisnis, yang saya sama sekali tidak pernah mendengar namanya sebelumnya.

Romantisme, demikian saya menyebut tulisan saya saat ini. Saya ingin kembali mengenang masa-masa awal saya bergabung dengan TDA, sebuah komunitas yang saya hormati dan kagumi. Hormat, karena ia berisikan orang-orang mumpuni yang telah teruji kredibilitas dan kapabilitasnya dalam dunia bisnis. Juga hormat, karena ia berisikan orang-orang tangguh yang dengan gigih terus berjuang mendobrak barrier penghalang ke dunia yang mungkin sebelumnya terasa asing bagi mereka, yaitu dunia bisnis. Kagum, karena sesuai dengan namanya, Tangan di Atas, ia berasal dari sebuah ketulusan untuk berbagi dan memberi kepada orang lain, tanpa memikirkan pamrih yang berlebih. Sebuah ketulusan yang unik, karena ia berasal dari sebuah dunia yang selama ini dianggap sebagai sebuah dunia yang kejam, yakni dunia bisnis.

Terus terang sebelumnya saya tidak merasa memiliki bakat bisnis yang kuat. Keluarga saya bukanlah keluarga yang hidup dari bisnis. Ayah saya seorang PNS di Deptan, sementara ibu saya adalah seorang dokter gigi, yang juga merangkap sebagai PNS di Depkes. Sejak kecil, saya akrab dengan dunia birokrasi yang dijalani oleh ayah saya, terutama dikarenakan tempat tinggal saya yang berada tidak jauh dari lokasi pekerjaan ayah saya. Saya terbiasa melihat sebuah kantor nyaman, dimana orang lalu lalang di dalamnya, dengan mengenakan pakaian yang seragam. Benar-benar khas pegawai pemerintahan.

Pun pula ketika saya menjalani perkuliahan di Elektro UI. Ketimbang melakoni bisnis sebagai sampingan di luar perkuliahan, saya lebih tertarik menghabiskan waktu di dunia kemahasiswaan dan dunia iptek. Saya lebih enjoy mengikuti kegiatan dan kepengurusan lembaga mahasiswa dan laboratorium yang ada di kampus. Sama sekali tidak terpikirkan untuk mencicipi dunia yang saya pandang asing, yaitu bisnis. Pertimbangan saya yang paling utama saat itu, dunia bisnis terlalu penuh dengan pamrih dan begitu materialistik. Apa-apa hanya dinilai dengan uang.

Ketika perkuliahan usai di 2005, terus terang saya sempat mengalami kegamangan. Mau kemana saya setelahnya. Saya sempat bergabung di organisasi alumni UI untuk menjadi sukarelawan di Aceh. Saya bahkan sempat bergabung dengan teman-teman saya dari fakultas dan kampus lain menjadi konsultan di salah satu perusahaan percetakan di Jakarta. Wah, berarti kalau begitu berarti saya langsung terjun ke dunia bisnis donk...

Sayang sekali hal itu mungkin tidak tepat 100%. Saya tertarik bergabung di sana tempo hari karena saya memang senang mengutak-atik sistem. Background saya di lembaga kemahasiswaan memang lebih banyak berkutat pada masalah sistem, mulai dari iptek hingga sistem kaderisasi mahasiswa. Karena itulah saya begitu enjoy menikmati saat-saat dimana saya diberi kesempatan untuk melihat secara detail sistem yang ada di perusahaan tersebut dan juga diberi kesempatan untuk memberikan rekomendasi.

Yah, bulan madu itu pun segera harus berakhir. Saya kemudian memutuskan untuk memulai petualangan saya mengaplikasikan ilmu yang saya dapat di perkuliahan dengan bergabung di sebuah perusahaan telekomunikasi. Setelah sempat merasakan menjadi seorang kutu loncat dengan berpindah perusahaan, saya mulai merasakan adanya penurunan motivasi di dalam pekerjaan sehari-hari. Karena itulah, akhirnya saya iseng mendaftarkan diri di salah satu seminar Tung Desem Waringin.

Akhirnya, seperti yang telah diceritakan di atas, di momen itulah akhirnya saya bertemu dengan sahabat lama saya itu. Dan itu akhirnya menjadi awal dari bergabungnya saya di komunitas Tangan Di Atas. Sebuah awal yang menjadi awal dari beberapa cerita lain.

Dimulai dari bergabungnya saya di milis TDA, perlahan-lahan saya mulai menjelajah blog kepunyaan anggota-anggota TDA. Bukan blog sembarangan, karena ia adalah blog yang diawali dengan semangat dan niatan yang tulus untuk membagi ilmu dan motivasi positif yang mereka miliki.

Blog yang awal saya kunjungi pastinya ialah blognya Pak Badroni Yuzirman. Melihat blog founder dari TDA ini terus terang saya tertegun. Tertegun melihat begitu lancar dan renyahnya masalah-masalah bisnis dikupas dengan bahasa sehari-hari. Tak ada unsur menghakimi, dan begitu memprovokasi pembacanya untuk terjun langsung ke dunia bisnis dengan cara yang sangat halus. Taglinenya simple, “Words can inspire, Thoughts can provoke, but only ”inspired action” brings you closer to your dreams. Take Inspired Action Miracle Happen, No Inspired action nothing happen.”

Kemudian pelan tapi pasti blog yang lain pun mulai menjadi santapan harian. Salah satunya ialah blognya Pak Iim Rusyamsi. Blog ini saya anggap sangat menarik karena yang empunya berasal dari dunia yang tidak jauh berbeda dari saya. Beliau berasal dari dunia IT, sementara saya pun saat ini sedang berada di dunia telekomunikasi. Pengembaraan pun berlanjut hingga ke blognya Pak Hadi Kuntoro. Blognya penuh dengan energi provokasi yang positif, dan tetap lincah bertutur dengan hangat. Lantas, dari sanalah saya mulai paham pula sosok-sosok seperti Pak Eko Junaedi, Bu Yulia Astuti, Bu Doris Nasution, hingga terus berlanjut sampai menemukan pula sosok-sosok seperti Pak Wuryanano, Pak Asep Triono, Pak Imansyah Sutrisno, Pak Faif Yusuf, juga senior dan abang saya di kampus, Bang Azmi, serta blog-blog lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Intinya, keseluruhan blog di atas benar-benar membawa dunia bisnis keluar dari keterasingannya. Saya yang bisa dikatakan buta tentang dunia ini, menjadi terbuka matanya lebar-lebar akan begitu banyak hal yang bisa dilakukan di dunia ini. Dunia ini mendadak tidak lagi terasa asing bagi saya, dan terasa begitu mengasyikkan untuk dicoba.

Saya ingat saat itu langkah pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu bisnis seperti apa yang ingin saya jalankan. Saya sempat terbersit untuk mengambil bisnis makanan, akan tetapi masih belum mendapati lokasi yang cocok untuk berusaha. Bisnis pakaian, terus terang saya bukan seorang yang terlalu memperhatikan detail pakaian, sehingga tidak terlalu enjoy menjalaninya.

Di tengah kebingungan itu, suatu waktu saya melihat ada peluang untuk membangun bisnis apotik di dekat rumah. Kebetulan ada ruko yang baru dibangun dan saya berpikir lokasinya sangat strategis. Langsunglah saya dengan semangat 45 mencoba untuk mencari tahu lebih lanjut akan bisnis ini di milis TDA. Dan ternyata memang nuansa saling berbagi begitu kental terasa di sini. Email saya yang sederhana dan langsung to the point tanpa perkenalan panjang lebar, ternyata langsung mendapatkan beberapa tanggapan. Salah satu yang paling saya hargai ialah tanggapan dari Pak Imansyah Sutrisno, yang beberapa kali dengan sukarela menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang tergolong awam. Sayang sekali, di akhir kemudian saya harus memutuskan untuk meng-cancel dahulu niatan saya ini. Salah satu sebabnya, ialah saya masih belum menemukan partner yang cocok untuk bermitra, sementara modal awal yang harus dikeluarkan sendiri cukup besar, setidaknya untuk ukuran saya.

Pasca ikhtiar pencarian jatidiri bisnis ini, saya sempat vakum beberapa lama dari aktivitas di dunia ini. Kebetulan saja saya sedang disibukkan dengan urusan melanjutkan sekolah. Yah, sebetulnya niatan untuk melanjutkan sekolah ini telah ada semenjak saya menjadi konsultan di perusahaan percetakan dahulu. Keasyikan yang saya alami selama mengerjakan aktivitas tersebut membuat saya berniat suatu saat akan melanjutkan kuliah di dunia manajemen, dan bukan lagi di dunia teknikal. Kebetulan sekali saat itu waktunya bertepatan dengan 2 tahun saya mulai bekerja, yang menjadi prasyarat bagi kebanyakan Program Studi S2-Manajemen.

Sempat berapa lama vakum mencari bisnis yang cocok, akhirnya saya memutuskan untuk mulai menghadiri aktivitas offline dengan komunitas TDA. Dimulai dari seminar Luck Factor-nya Ahmad Faiz Zainuddin di medio Maret 2007, dan kemudian dilanjutkan dengan seminar Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu dan seminar property-nya James Sastrowijoyo. Benang merahnya sama, dari luar seminar-seminar tersebut tampak sederhana, akan tetapi muatan yang ada di dalamnya sangatlah menyentuh hati. Kembali rasanya begitu gatal untuk mulai terjun berbisnis.

Sekian lama mencari, akhirnya pencerahan datang juga di momen TDA Business Conference bersama Pak Roni. Tema yang dibawakan pada waktu itu ialah tentang 8 profil bisnis, yang dikembangkan oleh Roger Hamilton. Disebutkan bahwa ada 8 tipe profil alami yang bisa dikembangkan untuk membangun bisnis kita, yaitu creator, star, supporter, deal maker, trader, accumulator, lord dan mechanic. Dari sana saya seolah mendapati kalau selama ini saya mencoba untuk memaksakan diri masuk ke jalur yang seolah bukan keahlian dari saya.

Yah, saya selama ini terlalu memaksakan diri untuk langsung masuk ke jalur creator, yaitu dengan membangun sebuah bisnis baru dari awal. Padahal, dari sisi kemampuan maupun pengalaman, saya jelas masih belum bisa optimal mengembangkan sisi ini. Mungkin ke depannya saya akan mampu untuk mengembangkan profil ini. Akan tetapi, untuk awalan saya sebaiknya segera memulai dengan profil alami saya yang paling kuat.

Setelah menimbang sekian lama, saya seolah mendapati kalau profil alami saya yang paling kuat selama ini adalah di sisi mechanic dan supporter. Profil mechanic adalah profil sosok pembangun dan pengembang sistem, sementara profil supporter ialah profil pengelola dari perusahaan. Pengalaman dan mungkin pendidikan saya saat ini, memang lebih banyak menunjang ke arah sana. Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, walau mungkin tidak terlalu saya sadari sebelumnya, semenjak kuliah saya menikmati saat-saat menganalisa dan membangun sistem yang ada. Apalagi, selama masa bekerja sebagai engineer telekomunikasi, selama kurang lebih 1 tahun saya pernah merasakan kesempatan menjadi seorang koordinator team yang notabene berurusan dengan sistem dan pengelolaan proyek.

Begitu mengetahui profil alami saya ini, saya kemudian lebih enjoy untuk berusaha mencari bisnis awalan saya. Memang saya sempat coba berbisnis tas laptop kecil-kecilan, hanya saja saya kemudian memutuskan untuk mencoba bisnis lain yang lebih sesuai dengan profil alami saya.

Alhamdulillah, mungkin bagaikan Law of Attraction, kesempatan itu mendadak seperti terbuka. Saya bertemu kembali dengan seorang teman lama yang saat itu sedang dalam fase membangun bisnisnya. Bisnisnya sendiri sebetulnya sudah berjalan kurang lebih 2 tahunan, telah mampu menghasilkan cash flow yang positif, hanya saja membutuhkan penyegaran untuk bisa melangkah lebih lanjut ke fase selanjutnya. Akhirnya setelah beberapa kali penjajakan, saya pun resmi bergabung dengan bisnis tersebut di paruh kedua 2007. Dan sejak saat itu, Rumah Video mulai dibangun kembali dengan sebuah semangat baru.

Setelah fase ini yang ada ialah tantangan ke depan. Saya tahu bahwa setelah saya memutuskan maka akan ada konsekuensi yang harus saya jalani. Saat ini saya sedang menjalani fase saya sebagai seorang yang berada di dua kuadran, sekaligus masih terdaftar sebagai seorang mahasiswa. Insya Allah saya bertekad untuk bisa melalui semuanya dengan optimal. Konsekuensinya ialah, saya benar-benar harus membenahi time dan mind management saya yang harus saya akui masih belum maksimal dijalani. Berada di komunitas TDA ini membantu saya untuk tetap mampu berpikir positif, bahwa bila kita berusaha Insya Allah akan ada jalan yang terbuka sebagai kompensasi dari usaha kita itu.

Romantika bersama TDA sejauh ini telah mampu membantu saya menemukan potensi saya yang sesungguhnya. Dari sini saya belajar bahwa bisnis sendiri sebetulnya bukan sesuatu yang asing dan kejam. Bahwa bisnis bisa menjadi sebuah wahana untuk saling berbagi kepada sesama. Dari sini saya juga belajar bahwa sebuah pikiran dapat menarik pikiran yang sejenis untuk mendekat kepadanya. Bila kita berpikiran positif maka ia akan didekati oleh orang-orang yang sama berpikiran positif juga. Romantika bersama TDA-lah yang ikut melahirkan blog sederhana ini. Romantika bersama TDA Insya Allah akan ikut membawa Rumah Video melesat lebih kencang di kancah percaturan bisnis di Indonesia. Akhir kata, biar waktu yang bisa menjawabnya.

Sekelumit kisah fixed dan variable cost

Wednesday, January 16, 2008


Suatu waktu, Jepang disebutkan mampu mendapatkan predikat sebagai salah satu macan Asia, dan menjadi pesaing tetap Amerika dalam kompetisi peraih GDP terbesar di dunia, dikarenakan ia menerapkan praktek DUMPING. Praktek ini berarti menjual produk di luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di dalam negeri. Dikombinasikan dengan nilai tukar mata uangnya (Yen) yang tergolong lebih bersahabat dibanding dollar, maka segera produk Jepang menjadi primadona di pasar dunia.

Lalu apakah sebutan Dumping-nya Jepang itu benar adanya???

Sebuah penjelasan yang menarik datang dari salah satu faculty member di kampus saya, Djoko Wintoro, PhD, tentang ini. Disebutkan bahwa apa yang dilakukan Jepang sebenarnya ada penjelasan logisnya. Penjualan produk Jepang di dalam negeri sebenarnya telah mampu menutup fixed cost dari produk, sehingga penjualan keluarnya tidak lagi mempunyai beban di luar variable cost-nya. Imbas dari beban yang berkurang itu ialah Jepang mampu menjual produknya di luar dengan harga lebih murah.

Lalu apa sebenarnya perbedaan antara fixed dan variable cost itu??

Biarlah kali ini saya coba untuk menceritakan sebuah kisah.

Tersebutlah seorang yang ingin mulai merintis bisnis. Kebetulan ia bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi. Suatu ketika, perusahaan tempatnya bekerja menawarkan produk tas laptop dengan design khusus menyambut 1 abad perusahaannya berdiri di Indonesia. Sebuah ide tiba-tiba muncul di pikiran orang tersebut. Ia, yang selama ini terbilang bukan seorang yang sangat paham akan bisnis, terpikir untuk membeli produk itu dalam jumlah banyak, dan menjualnya kembali ke teman-temannya yang bekerja di perusahaan lain dengan ditambahkan margin.

Tersebutlah harga dari tas tersebut ialah Rp 75.000. Ia memutuskan untuk mencoba menjualnya di harga Rp 100.000. Margin 25% pun didapatkan. Awalnya memang terasa sulit untuk menjualnya. Akan tetapi, bermula dari sebuah orderan dari teman lamanya, semakin hari order semakin bertambah. Semangat pun semakin membara, dan sejalan dengan bertambahnya orderan, maka tas yang dipesan ke supplier pun semakin ditambah. Pikirannya yang simple mengatakan, bahwa jika dari 10 tas saja ia bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 250.000, maka dari 20 tas ia akan mendapatkan 2x lipatnya, yaitu Rp 500.000. Demikian seterusnya, hitung-hitungan pun berlangsung linear.

Suatu ketika, ia terpikirkan untuk mencoba bisnis lain yang berbeda. Bisnis yang kali ini dicobanya adalah bisnis yang untuk menjalankannya dibutuhkan tempat untuk melakukan aktivitas dan juga karyawan untuk menjalankan usaha. Anggaplah ia bergabung dengan teman-temannya untuk menjalankan sebuah bisnis audio visual. Suatu waktu mereka katakanlah berhasil mencapai penjualan Rp 1 M, dengan keuntungan Rp 210 juta. Tahun berikutnya mereka berencana untuk bisa mencapai penjualan hingga Rp 4 M. Analogi sederhana mengatakan bahwa keuntungan pun akan menjelma menjadi 4 kali lipatnya, yaitu Rp Rp 840 juta. Sepertinya simple, hanya saja kemudian mereka baru mengetahui bahwa permasalahannya tidaklah sesederhana yang dibayangkan.

Mereka mulai berhitung, untuk bisa mencapai penjualan 4 kali lipatnya, mereka harus menginvestasikan lebih untuk menambah hingga 20 karyawan baru. Setiap bulannya akan ada pengeluaran tambahan hingga Rp 40 juta. Selain itu, promosi direncanakan rutin dilakukan setiap bulannya, dengan menghabiskan dana hingga Rp 2 juta perbulan. Pengeluaran tambahan ini harus rutin dilakukan, padahal penjualan belum pasti akan mengalami kenaikan. Asumsi terburuk ternyata mengatakan bahwa jika dalam waktu 5 bulan saja penjualan tidak mengalami kenaikan, atau tetap dalam range Rp 1 M setahun, maka mereka hanya akan merasakan sebuah titik impas, alias tidak mendapatkan laba sama sekali. Ini karena total cost yang mereka keluarkan sudah sebesar Rp 210 juta (=5 x (Rp 40 juta + Rp 2 juta)). Bila ini berlangsung selama setahun, maka mereka akan mulai merasakan titik rugi, hingga Rp 294 juta (= 7 x (Rp 40 juta + Rp 2 juta)).

Katakanlah mereka masih bisa menaikkan penjualan hingga Rp 1.2 M. Angka ini akan tetap menghasilkan kerugian hingga sebesar Rp 94 juta. Orang yang baru belajar berbisnis ini pun mulai kebingungan, bagaimana bisa dengan menaikkan penjualan hingga 20% malah menyebabkan keuntungan Rp 210 juta menjelma menjadi kerugian Rp 94 juta. Padahal, pengalamannya melakukan jual beli tas mengatakan bahwa bila ia berhasil menaikkan penjualan sebesar 20%, maka laba yang akan dihasilkan pun akan bertambah 20%.

Dari sana, ia pun mulai belajar, bahwa ternyata ketika ia berbisnis tas, ia tidak mempunyai biaya rutin yang harus ia keluarkan setiap bulannya. Satu-satunya biaya yang ia keluarkan ialah biaya pengambilan tas di perusahaan tempatnya bekerja, yang hanya akan dikeluarkan bila ada orderan masuk. Biaya modal ini berbanding lurus dengan penjualan tas yang ada. Karena ia pernah belajar konsep variabel di bangku sekolah, maka ia mulai mengerti bahwa ketika ia berjualan tas, hanya komponen variable cost inilah yang menjadi beban dari bisnisnya.

Sebaliknya, dengan bisnis audio visual yang dijalankannya bersama teman-temannya. Ia mendapati setiap bulannya paling tidak harus ada pengeluaran bulanan rutin yang harus ia keluarkan, baik untuk gaji karyawan, sewa tempat maupun biaya marketing. Pengeluarannya sudah fixed, makanya ia menyebutnya sebagai fixed cost. Ia mulai belajar, bahwa margin operasional, yang didapatkan dari nilai penjualan dikurangi variable cost, di dalam bisnis juga harus digunakan untuk menutup fixed cost ini.

Maka mulailah ia dan teman-temannya berhitung. Berapa komponen fixed cost yang mereka keluarkan setiap bulannya, berapa margin operasional yang didapatkan, dan berapa banyak produk yang harus dijual setiap bulannya untuk bisa menghasilkan laba. Mereka pun mulai sadar bahwa hitung-hitungan yang salah akan menyebabkan biaya produksi membengkak, dan efeknya, keuntungan akan hilang, bahkan dengan tingkat penjualan yang sama. Ibaratnya, gerbong yang diangkut sekarang semakin banyak dan akan semakin menambah berat bila muatan yang diangkut sama.

Di satu sisi, mereka tahu bahwa satu-satunya cara untuk menambah muatan adalah dengan menambah gerbong. Sebuah kebingungan, akan tetapi satu hal yang membuat mereka tetap optimis ialah, apabila margin mereka bisa melewati level fixed cost yang ada, mereka akan mulai meraih keuntungan, yang bisa jadi akan lebih besar dari sebelumnya. Kalaupun tidak, minimal sekali, mereka telah ikut serta memberikan penghidupan kepada 20 orang lain, yang mungkin juga memiliki keluarga untuk dihidupi. Mereka pernah mendengar, bahwa inilah yang disebut dengan Tangan Di Atas. Dan bukan tidak mungkin, suatu saat nanti, ada sebuah negara baru yang menjadi pesaing tetap Amerika dan Jepang.

Note : Kisah di atas bisa disebut kisah fiktif, karena beberapa hal menggunakan angka yang fiktif. Kisah yang simple sebetulnya. Semoga tidak malah memperumit pemahaman yang ada.

Getting Out of Price War !!! Is it possible??


Apakah Anda tahu bahwa tahun 2008 akan menjadi tahun peringatan kebangkitan nasional kita yang ke-100?

Apakah Anda tahu bahwa strategi me-too bisa membawa kita masuk ke peperangan harga yang akan menyulitkan bisnis kita berkembang lebih lanjut?

Apakah Anda tahu bahwa market share bukanlah hal yang paling penting? Dan bahwa profit leadership adalah sesuatu yang seharusnya dijadikan sebagai fokus.


Pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang coba dijawab oleh Hermawan Kartajaya dalam acara Beyond Marketing Senin Malam (14/1) di JakTV. Dalam acara yang dipandu oleh Olga Lydia ini, Hermawan mengutarakan bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia telah mengalami 3 periode waktu, mulai dari Indonesia 1.0, Indonesia 2.0 hingga Indonesia 3.0.

Sebagaimana pernah diutarakan Hermawan juga di dalam seminarnya di penghujung 2007, Indonesia 1.0 ialah periode kepemimpinan Bung Karno, yang ditandai dengan fokus kepada urusan politik, sementara ekonomi bergantung pada pertanian. Indonesia 2.0 adalah periode kepemimpinan Pak Harto, yang fokusnya ialah ekonomi industri. Nah, Indonesia 3.0, yang bertepatan dengan kepemimpinan SBY, disebut olehnya sebagai periode berbasis ICT dan sosial budaya.

Yah, peringatan 100 tahun kebangkitan nasional ini haruslah ditandai dengan kebanggaan akan kebudayaan sosial dan kepribadian kita sebagai bangsa. Percaya diri dan kreatif akan menjadi kunci untuk bisa bersaing di level regional. Dengan 2 kunci ini, kita diharapkan tidak akan terjebak dengan strategi me too, yang kemudian bisa menjebak ke arah perang harga. Dengan kreatif, maka pertempuran di red ocean bisa dihindari, dan imbasnya, profit leadership, dan bukan hanya market share, akan tercapai.

Secara umum, dalam kesempatan ini diusulkan 8 hal yang harus dilakukan di 2008, untuk mengeluarkan diri dari perang harga yang seakan tak berkesudahan.
1. Explore non Java, kondisi saat ini mulai terlihat ada pemerataan pembangunan di daerah-daerah. Komoditas-komoditas seperti karet dan kelapa sawit sedang naik daun. Di daerah saat ini sudah banyak bermunculan juragan-juragan baru.

2. Explore bop (bottom of pyramid), dikarenakan Pemilu akan diadakan di 2009, maka kemungkinan besar di 2008, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan lebih berorientasi ke masyarakat kelas bawah. Segmen C, D dan E yang mencapai 185 juta manusia akan menjadi segmen favorit untuk diperebutkan.

3. Explore i-expires, saat ini ialah kondisi dimana setiap orang ingin dapat mengekspresikan dirinya secara lebih kepada orang lain. Efeknya, barang-barang mahal seperti communicator dan mobil mewah Lexus tergolong barang yang cukup laris di pasaran. Produk-produk tersebut dinilai sebagai produk yang mampu mengekspresikan diri mereka di dalam pergaulan.

4. Engage market by market (decentralisation), maksudnya pengikatan dilakukan mulai dari level pemerintahan terkecil, kelurahan, kecamatan, hingga provinsi dan negara. Maksudnya, ialah agar pengembangan terjadi secara lebih simultan.

5. Explore internet, penetrasi internet di 2008 diprediksi akan melonjak, dipicu salah satunya oleh masa kepemimpinan SBY-JK yang akan selesai di 2009 sehingga infrastuktur akan menjadi salah satu fokus dalam pemerintahan di 2008.

6. Explore WOM dan komunitas, orang akan lebih percaya manakala rekomendasi didapatkan dari orang yang sudah dikenal dekat dengan mereka.

7. Explore with efficient cost, ini memang terkait dengan pricing, tidak berarti bahwa produk haruslah produk yang paling murah, akan tetapi karena tujuan kita ialah profit, maka struktur biaya untuk produk haruslah dibuat seefisien mungkin.

8. Explore with experiental service, pengalaman konsumen adalah kunci terakhir. Produk kita tidak harus yang terbaik dari sisi kualitas, akan tetapi ia haruslah mampu untuk membuat konsumen mendapatkan pengalaman yang terbaik dalam hidupnya dibandingkan dengan ketika ia menggunakan produk sejenis yang lain.

Yah, sekali lagi tulisan pengingatan di awal tahun. Semoga saja bisa diberi keleluasaan untuk mampu memanfaatkan trik-trik tersebut secara optimal di 2008 ini.

Buy what’s deliverable, not what could be !!!

Monday, January 14, 2008


Yup, kutipan ini disebutkan oleh Bloomberg dalam bukunya, Bloomberg by Bloomberg. Kebetulan tidak sengaja menemukan buku ini di perpustakaan Prasetiya Mulya. Yah, namanya barang gratisan, tak ada salahnya coba menuliskan sebagian isinya di sini. Apalagi sosok yang sekarang menjadi walikota New York ini tergolong businessman yang cukup layak untuk diangkat ceritanya sebagai sumber inspirasi.

Kembali ke kutipan tadi. Kutipan yang dikatakan Bloomberg tadi sebetulnya ditujukan kepada perusahaan yang menjadi buyer (pembeli) sebuah produk dari perusahaan lain. Ini sekaligus sebagai pengingatan untuk perusahaan yang memiliki konsumen yang berasal dari perusahaan lain, atau dalam istilah kerennya Business to Business (B2B).

Membeli apa yang di-deliver. Bukan janji. Buyer tidak memiliki kewajiban untuk mengambil produk kita sebelum produk kita terbukti menghasilkan. Jadi, kita dinilai dari hasil kita, bukan dari proses kita dalam menghasilkan produk itu, juga bukan dari janji yang akan produk kita yang belum kita lakukan.

Ketakutan untuk tidak mampu men-deliver service yang terbaik seharusnya menjadi fokus utama dari setiap business owner. Takut, akan tetapi tidak membawa ia menjadi pengecut. Takut, yang dengannya ia akan menjadi lebih waspada dan akan menjadi lebih mawas diri. Mencoba untuk melihat lebih dalam akan kondisi internalnya. Memperbaiki apa yang kurang. Menstandarisasi sistem yang sudah berjalan, hingga siap untuk menghadapi setiap kemungkinan pengembangan ke depan. Takut yang seperti ini Insya Allah akan mampu memberikan kepercayaan diri lebih ketika ia dituntut untuk menyebarluaskan keunggulan produknya di tengah masyarakat luas.

Dengannya diharapkan marketing campaign tidak akan menjadi seperti janji-janji surga belaka. Dengannya marketing berarti janji. Dan integritas seseorang atau sebuah produk akan bergantung pada bagaimana ia mampu untuk menepati janjinya itu. Dengan integritas, maka kepercayaan orang lain akan tumbuh. Bertumbuhnya kepercayaan berarti peningkatan ketertarikan akan produk, yang dalam bahasa bisnis diejawantahkan dalam bahasa sales (penjualan). Dengan peningkatan penjualan, maka sebuah perusahaan bisa terus berkembang, dan akan mampu mengalahkan mitos 80% perusahaan yang berada di tahun kelima akan mati. Dan, sebagaimana bahasan talkshow dengan Action Int di SmartFM Senin kemarin, usia perusahaan hingga 1 abad bukanlah hanya menjadi mimpi.

Note : Ditujukan untuk semua tim Rumah Video, dibuat pasca Raker 2008, yang salah satu pointnya mentargetkan pertumbuhan hingga 300% dan penambahan 4 karyawan tetap lagi dalam waktu dekat, selain beberapa karyawan outsourcing. Sebuah target yang menantang, akan tetapi biarlah saat ini kami tetap berusaha untuk berpikiran positif. Bismillah, 2008, tahun ketiga Rumah Video, tahun yang penuh tantangan, akan diarungi.

Dan Citarik pun akhirnya menelan korban…


Refreshing lagiiiiiiiii….

Hehe, kayaknya kebanyakan santainya neh. Maklum long weekend. Pengennya benar-benar memanfaatkan dengan optimal, maksimal dan poll pollan…

Yah, sebenarnya ga 100% refreshing. Karena tujuan utamanya sebenarnya untuk kerja. Ada orderan CD Interaktif dari Perusahaan Outbound Selaras. So, mau ga mau harus berkunjung kembali ke Citarik, kali ke dua dalam waktu kurang dari sebulan.

Berbekal kamera DSLR Nikon D70, saya bersama teman saya, Taufik di tanggal 2 Muharram 1429H atau 11 Januari 2008, resmi berkunjung ke Citarik. Kebetulan momennya bertepatan dengan acara outbound perusahaan perkapalan, Wilhhemsen ships service. Sebetulnya untuk momen Selaras sendiri hari itu kita sekaligus mengerjakan 3 orderan. Di luar order CD interaktif dan peliputan acara Wilhhemsen, kami juga mengerjakan acara outbound Bank Bumiputera. Total ada 3 kameraman yang beraksi di tempat yang berdekatan kemarin.

Cuaca Citarik saat itu sangat panas, tidak seperti sebulan yang lalu. Memang sudah beberapa hari hujan berhenti turun. Akan tetapi, aliran air sendiri untungnya tetap berada di garis normal, alias deras. Setelah shalat Jumat dan makan siang, sementara Taufik bersiap-siap dengan kamera Nikonnya, saya pun bersiap-siap untuk kembali merasakan arung jeram saya yang ketiga. Hanya saja, kalau sebulan yang lalu untuk servicenya saya harus membayar, untuk saat ini yang ada gratisan jek..hehe..enak khan...:)

Menaiki perahu yang ada, saya saat itu kembali teringat dengan saat terakhir saya di sana. Kompletnya seh bisa dibaca lagi di link ini.

Petualangan di Citarik

Intinya, saya teringat saat itu, saya bolak-balik menertawakan salah seorang teman saya yang beberapa kali terjatuh dari perahu. Nah, tak disangka, ternyata saat kemarin akhirnya gantian saya yang terjebur di jeram yang ada di sana.

Yah, awalnya seh karena saya disana statusnya gratis, jadi mau tidak mau diikutkan dengan panitia di tim rescue. Nah, mungkin gara-gara overconfidence karena selama ini tidak pernah tercebur sekalipun dalam arung jeram, saya benar-benar relax dan terkesan meremehkan. Apalagi, tim panitia tergolong sudah biasa mengarungi jeram-jeram disana, sehingga setiap kali ada jeram bukannya memperlambat perahu, yang ada ialah kami berupaya untuk mempercepat laju perahu sehingga bisa melewati jeram dengan lebih seru.

Malang tak bisa dihindari, setelah sempat berputar arah di sebuah jeram, pegangan saya di tali saya lepaskan. Kebetulan saat itu tak terduga perahu menabrak karang di sisi kanan tempat saya duduk, sehingga saya terkaget dan tidak bisa mengendalikan keseimbangan. Maka jatuhlah saya di jeram itu, dan sepanjang jeram posisi saya terjepit di antara perahu dan karang-karang.

Yah, Alhamdulillah memang perangkat safety yang ada sangat OK. Saya terbantu dengan adanya helm dan pelampung yang saya pakai. Helm sangat membantu di kala saya terbentur beberapa kali dengan karang, sementara pelampung akhirnya digunakan sebagai sarana untuk mengangkat saya kembali dari air. Well, benar-benar pengalaman yang cukup menegangkan.

Hmm...akhirnya kita pun sampai juga di titik finish. Sambil menunggu-nunggu Taufik menyelesaikan pengambilan gambarnya, saya duduk-duduk menikmati udara segar Citarik yang nyaman. Menyenangkan bisa mendapatkan kesempatan seperti ini di tengah udara Jakarta yang penuh dengan polutan. Menyenangkan melihat sebuah dunia di mana waktu terasa berjalan begitu lambat, nuansa hening mendominasi, tidak ada pressure untuk segera menyelesaikan sebuah pekerjaan, irama hidup begitu mudah mengalir....hmm..enak juga membayangkan kalau suatu saat bisa kembali ke sini bersama dengan keluarga, bersama istri, anak,...huss..melamunnya sudah kejauhan sepertinya, hehe..

Well, akhirnya momen indah harus diakhiri. Kami harus kembali lagi ke Jakarta, kembali harus masuk lagi ke medan yang hingar bingar dengan manusia. Inginnya seh bisa lebih lama di sini, tapi apa nyana hari-hari selanjutnya sudah ada lagi yang harus dikerjakan. Sabtu dan Minggu diisi dengan Raker Rumah Video 2008, dan Senin-nya kembali harus masuk kerja dan kuliah lagi. At the end, I’m glad to be there. There still will be next time...:)

Note : Satu catatan saya untuk pemda Sukabumi. Di sepanjang jalan Sukabumi-Jakarta, banyak lobang bertebaran sehingga sangat membahayakan, terutama ketika kami melewatinya di waktu malam. Mohon kiranya untuk bisa diperbaiki. Apalagi, ini menyangkut salah satu obyek wisata andalan, dan apalagi, katanya kita sedang menjalani program Visit Indonesia 2008…Gud luck !!

Dan Kembalilah kita ke masa-masa SMU....Part 2


Ini lanjutan dari pengantar di cerita sebelumnya. Sebenarnya ide untuk mengunjungi guru-guru ini timbul sudah lama. Dari semenjak buka puasa bersama teman-teman ex sekelas di SMU 28 dulu. Hanya saja, kebetulan memang baru terealisasi kemarin.

Memang, salah satu yang membuat kami bertekad untuk segera merealisasikan rencana ini ialah ketika beberapa hari sebelumnya kami mendapati bahwa salah satu guru yang kita sudah rencanakan mau kita kunjungi ternyata sudah berpulang kurang dari setahun yang lalu. Wah, terus terang ini membuat kami merasa sdikit bersalah, karena selama ini terkesan begitu sibuk dengan urusan masing-masing.

Kami ingat kembali masa-masa SMU dahulu, saat itu, beliau (Bu Ratna-red, semoga mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya), termasuk salah satu guru favorit kami. Yang paling lucu yang kami ingat dari beliau adalah kebiasaannya untuk selalu meminta kami bergantian maju ke depan untuk mengerjakan soal matematika, di dalam setiap sesi pengajaran. Walhasil, dalam setiap sesi pelajaran yang beliau sampaikan, mau ga mau, malas atau tidak, kami harus membuka-buka kembali pelajaran yang pernah beliau sampaikan sebelumnya. Sepintas beliau terkesan keras, hanya saja kami tahu bahwa dedikasinya untuk mengajar tidak perlu diragukan kembali.

Satu guru lainnya yang ingin kami kunjungi, Bu Ida, guru biologi, ternyata sempat tidak mengajar beberapa bulan karena stroke. Wah, lagi-lagi kami merasa bersalah karena tidak mengetahui tentang kabar ini. Kami teringat masa-masa kenakalan kami dahulu. Karena mata pelajaran Biologi ada setelah pelajaran olahraga, kami sering berlama-lama beristirahat hingga baru masuk ke kelas kembali setelah pelajaran tertunda sampai 40an menit. Suatu hari beliau pernah begitu marahnya dengan kami, sehingga saat itu kami benar-benar kelimpungan untuk memohon maaf kepada beliau. Sedih ketika mendengarkan bahwa awal beliau ketauan menderita stroke juga gara-gara marah ketika melihat kegaduhan yang ditimbulkan oleh murid-muridnya beberapa bulan yang lalu. Alhamdulillah saat ini beliau sudah baikan. Hanya saja, kami belum berkesempatan mengunjunginya karena beliau sedang keluar kota saat kemarin.

Nah, satu guru terakhir Alhamdulillah bisa kami kunjungi. Ibu Sihite adalah wali kelas kami. Begitu mengetahui bahwa beliau bersedia dan bisa kami kunjungi, maka kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Benar kata orang, kalau punya niat baik, memang sebaiknya buru-buru direalisasikan. Atau, bila tidak akan sangat menyesal bila kesempatan yang ada di depan mata melayang.

Mengingat sang wali kelas, saya pribadi teringat masa-masa awal saya masuk ke kelas 3 IPA 1 itu. Sebelumnya sebenarnya saya dimasukkan ke kelas 3IPA2, malahan sempat mengikuti pemilihan ketua kelas disana. Hanya saja, dengan pertimbangan tertentu saya dipindahkan ke kelas 3IPA1 oleh Pak Kepsek. Kebetulan saat itu, sedang dilakukan pemilihan ketua kelas juga. Lucunya benar-benar begitu saya masuk ke ruang kelas, dan baru dipersilakan duduk oleh Ibu Wali Kelas, langsung saja saya didaulat untuk menjadi ketua kelas. Bingung, speechless, saya sama sekali tidak sempat membela diri, hingga akhirnya saya terpaksa mengiyakan. Dan, ternyata itu jadi awal petualangan saya bersama kelas ini, yang akhirnya menamakan diri sebagai MOLLUSCA (dunno know what it means till now...:-D)

Kelas ini memang tergolong kelas yang paling berisik, susah diatur, dan selalu ingin berbeda dengan kelas-kelas yang lain. Selain Ibu Ida, ada lagi guru yang pernah marah besar kepada kelas ini sehingga memaksa saya dan beberapa teman-teman terpaksa harus mendatangi beliau meminta maaf secara pribadi. Tapi, yang paling mengesankan, kelas ini tergolong kelas yang paling kompak yang pernah saya ikuti. Kekompakan itu yang akhirnya membawa kita sukses menjadi juara di kompetisi sepakbola antar kelas saat itu.

Yah, Alhamdulillah setelah sempat sekian lama tidak bertemu, sudah 2 tahun ini kami kembali rutin bertemu kembali. Mengesankan melihat spirit kebersamaan yang ada, yang seakan masih tidak hilang ditelan masa. Di saat kelas lain mungkin sudah jarang mengadakan kegiatan bersama lagi setelah sekian lama, kami kemarin sempat mengadakan acara Halal Bihalal, Buka Puasa dan terakhir kunjungan ke guru-guru. Wah, romantisme SMU bersemi kembali. Tapi, biarlah saat ini kami menikmati kembali masa-masa indah itu....:)

Quote of the Day (Be better !!!)



Momen tahun baru, sangat meresap melihat quote berikut.

Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari sebelumnya, maka ia termasuk orang yang celaka. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari sebelumnya, maka ia termasuk orang yang merugi. Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari sebelumnya, maka ialah orang yang beruntung.

(Taken from Hadist Muhammad SAW, never stop to be better !!)

Dan Kembalilah kita ke masa-masa SMU....

Thursday, January 10, 2008




Hari pertama di 1429 H pun dimulai. Ini sekaligus awal dari Long Weekend yang kesekian dalam periode beberapa minggu ke belakang. Alhamdulillah, hari pertama diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Silaturahim.

Hari ini saya dan beberapa teman yang sekelas di kelas 3 SMU (tepatnya 3IPA1 SMUN 28-red) mengunjungi wali kelas kami dulu. Sebetulnya plan kami ada 3 guru yang kami ingin kunjungi, hanya saja ternyata kami baru tahu kalo 1 guru sudah meninggal sementara guru yang lainnya berencana keluar kota. Jadi, akhirnya hanya sempat ke sang wali kelas saja.

Yah, cerita lengkapnya menyusul. Saat ini, sharing foto ini dulu. Maklum, sudah jam 1 pagi sekarang, dan besok pagi-pagi banget harus sudah jalan ke Citarik, Sukabumi untuk ambil gambar. Bye...:)

Resolusi di tahun yang baru


Yah, karena sudah menjadi trend, akhirnya saya pun mencoba menuliskan resolusi saya untuk tahun yang baru. Sekaligus ini sebetulnya menyambung postingan saya sebelumnya di sini.

- A memorable 2007, a challenging 2008

- Balancing Your Life !! [Plan 2008]

Well, 1429 H sudah datang. Karena keseluruhan periode tahun hijriah ini berada di tahun masehi yang sama, yaitu 2008, maka diputuskan untuk coba memformulasikan resolusi ini di saat sekarang (yah, sebetulnya juga emank baru sempat ditulis seh..:-D).
Insya Allah, dalam pelaksanaannya saya akan tetap berusaha untuk proporsional, dan tetap mencoba untuk menjalaninya dengan rileks. Membiarkannya mengalir, dan berupaya menarik pelajaran yang ada dari proses aliran itu.

Dannn resolusi itu adalah...........

1. Untuk aspek pribadi, ada beberapa kelemahan yang ingin saya perbaiki. Seperti contohnya, sifat emosional. Saya pikir, salah satu kelemahan saya adalah saya masih seringkali menempatkan aspek emosional dalam mengambil keputusan. Sehingga bila menemui kegagalan, saya menjadi terlalu lama menyesali kegagalan itu dan kurang sigap memikirkan solusi lain yang lebih feasible. Ke depannya, tanpa berupaya menghilangkan faktor ini, saya ingin mencoba untuk lebih mendorong lagi pertimbangan rasional. Selain itu, kebiasaan menunda-nunda, akan menjadi salah satu fokus saya untuk diperbaiki. Sisanya, wah saya sekarang sedang berusaha untuk mendefinisikan ulang sifat-sifat buruk saya untuk bisa dipermak lebih lanjut. Mungkin teman-teman ada masukan....:)

2. Untuk aspek kesehatan jasmani dan rohani (jasadiyah dan ruhiyah), saya merencanakan untuk mendisiplinkan diri dalam berolahraga dan menjalankan ibadah. Untuk olahraga, plan rutin saya adalah sepeda dan futsal, minimal sekali dalam seminggu. Sementara itu, untuk ibadah, saya harus lebih mendisiplinkan diri untuk aktivitas tambahan di luar ibadah wajib, seperti mengaji, Dhuha dan Tahajud. Plan saya, untuk aktivitas ini, nantinya saya akan coba disiplin untuk menuliskannya dalam form harian. Yup, intinya ga cman fokus di urusan duniawi semata..

3. Untuk kuliah, 1429H atau 2008, akan menjadi momen krusial. Di tahun ini, saya akan menjalani periode trimester 3 hingga 5. Bila lancar, seharusnya tahun ini saya bisa menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir berupa business plan. Insya Allah, di awal 2009 saya sudah bisa lulus dengan nilai yang SANGAT BAIK.

4. Untuk aktivitas sebagai engineer telekomunikasi, saya sadar masih banyak hal yang harus saya upgrade. Core competence saya saat ini ialah Network Performance Improvement, untuk teknologi 2G (GSM) dan 3G (UMTS). Saya pikir ini tetap jadi salah satu nilai tambah saya, yang ingin tetap saya coba untuk pupuk. Perusahaan saya yang sekarang, Ericsson, sebenarnya telah mencoba memfasilitasi dengan memberikan ujian sertifikasi untuk mengetahui level kemampuan saya. Tempo hari, level saya di-vonis berada di level ASSESSED 2. Tahun depan yang pasti sudah harus lebih meningkat lagi. Insya Allah.

5. Untuk bisnis, Rumah Video akan menjadi fokus. Penjualan tahun depan ditargetkan untuk tumbuh 100% sehingga mau tidak mau harus konsentrasi lebih dahulu di sana dan mengesampingkan dahulu peluang-peluang bisnis yang lain. Kalaupun ada tambahan, mungkin akan coba bisnis garmen kecil-kecilan, itupun niatannya untuk bantu-bantu ibu yang punya niatan untuk mulai mencoba berbisnis sebagai persiapan sebelum pensiun. Untuk properti, internet marketing, klinik, apotik, dll, untuk setahun ke depan niatnya hanya akan belajar saja.

6. Untuk sosial kemasyarakatan, plan tahun depan, paguyuban pengajian yang saya ikuti berencana membentuk yayasan. Sejauh ini, belum diputuskan format detailnya. Mohon doanya untuk kelancarannya sehingga bisa ikut berkontribusi lebih di masyarakat. Selain itu, bila memungkinkan saya juga ingin bisa memberikan kontribusi lebih untuk komunitas yang saya ikuti, terutama komunitas TDA, yang saya kagumi visi dan gerakannya. Yah, semoga saja bisa diberikan keleluasaan waktu dan tenaga.

7. Untuk keluarga, tahun ini akan menjadi tahun yang cukup penting. Bila tidak ada halangan, adik perempuan saya yang skrg berkuliah di UI, akan menempuh program PTT, yang kemungkinan berlokasi di pedalaman Kalimantan. Otomatis, saya sebagai anak sulung dan saudara satu-satunya, paling tidak harus ikut memikirkan tentangnya. Selain itu, ke depannya saya ingin lebih bisa memperbaiki kualitas hubungan saya dengan orangtua. Untuk urusan membina rumah tangga baru, saya pikir saat ini saya harus realistis. Plan saya adalah menyelesaikan dulu kuliah saya, baru saya akan menikah. Akan tetapi, sekali lagi, untuk ini saya ingin membiarkannya mengalir saja. Kalau memang ada peluang, Insya Allah saya tidak akan menundanya. Mohon doanya yah..:)

8. Yah, sudahlah. Cukup. Resolusi ini sekali lagi tidak ingin saya jadikan sebagai unsur pemaksa bagi diri saya. Memang resolusi ini sifatnya seperti janji, dan janji sebisa mungkin harus ditepati. Biarlah resolusi ini dituliskan sebagai pengingatan untuk diri pribadi bahwa begitu banyak hal yang masih harus diperbaiki. Dan semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk bisa lebih banyak memberi kontribusi.

Hmm...saat ini sih saya sedang memikirkan tema apa yah yang kira-kira cocok untuk membungkus resolusi-resolusi tersebut.
Tapi, sepertinya tema “PEMBELAJARAN” masih relevan untuk digunakan di tahun ini..

Salam dari orang yang masih belajar,

Budi Setiawan.

Memasuki Detik 1429 H


Baru saja memasuki periode 2008, tidak terasa dalam beberapa hari saja kita akan masuk lagi ke sebuah periode tahun baru yang lain, yaitu tahun baru Hijriyah. Yup, tanggal 10 Januari 2008 besok sekaligus akan menjadi awal dari 1 Muharram, yang akan mengawali periode penanggalan 1429 H. Dari sini akan dimulai urutan bulan-bulan besar, mulai dari Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, dan diakhiri dengan Dzulhijjah.

Mmm...berita bagusnya, ada lagi kesempatan untuk melakukan refleksi diri guna pengembangan diri ke depan. Yah semoga saja bisa memanfaatkannya dengan baik. Coz pernah denger kalo yang namanya perencanaan diri itu khan sebetulnya juga berarti kita merencanakan bangunan rumah akhirat yang akan kita tinggali nanti. Kalo katanya ustadz, setiap usia yang kita lewati itu ibarat batu bata yang nantinya akan dipakai untuk menyusun bangunan di akhirat nanti. Nah, mumpung masih momen pergantian tahun, ga ada salahnya untuk coba evaluasi bangunannya sejauh ini udah jadi kayak gimana.

Hijriyah dimulai dari satu peristiwa besar, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Dalam kaidah Bahasa Arab, Hijrah maknanya ialah pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Hanya saja, dalam konteks sekarang, hijrah juga bisa dimaknai sebagai berpindah dari kondisi yang buruk menjadi kondisi yang lebih baik. Nabi Muhammad melakukan hijrah sebagai strategi untuk memperbaiki posisi umat yang saat itu sedang ditindas habis-habisan di Mekkah.

Wah, melihat konteksnya sekarang jadi kepengen mendata semua kebiasaan-kebiasaan buruk yang masih ada di 1428 H. Harapannya seh, Insya Allah bisa hijrah dari semua kebiasaan itu di 1429 H. Yah, mohon doanya.

Anyway, di momen ini ijinkan saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 1429 H. Semoga momentum Hijriah bisa membawa kita menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.

Quote of the day (Change !!!)

Tuesday, January 01, 2008


”Orang-orang yang dulu hidup memprihatinkan ternyata sampai sekarang tidak berubah. Kenapa tidak berubah? Jawabnya karena mereka tidak mau berubah. Kenapa tidak mau berubah? Jawabnya karena mereka tidak tahu bahwa mereka harus berubah. Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah. Sebab mereka telah terbiasa hidup pasrah. Hidup tanpa rasa berdaya dalam keluh kesah.”, sebuah kritik Azzam akan fenomena yang ada di sebagian masyarakat, diambil dari Ketika Cinta Bertasbih, karya Habiburrahman El Shirazy.

Tetap Semangat !!!


Mengasyikkan. Yah, saya harus akui liburan panjang natal dan tahun baru kali ini sangat seru dan menyenangkan. Sebuah kesempatan me-refresh diri, dan juga sebuah kesempatan untuk lebih banyak meluangkan waktu di Rumah Video.

Lho…bukannya itu berarti kerja tambahan lagi?? Wah..wah…saya sih saat ini sedang enjoy aja menjalaninya. Melelahkan, tapi memang benar kata orang bijak, jika kita memiliki mimpi yang kuat maka kita akan mampu menikmati proses mencapai mimpi itu. Saat ini, mimpi saya, dan juga teman-teman, Rumah Video akan menjadi pemain yang diperhitungkan di Jakarta, maka dengan tujuan itu kami saat ini ngebut mempersiapkan konsep re-launching Rumah Video.

Memang sih secara umum, dalam pelaksanaannya, beberapa item tidak sesuai dengan perencanaan awal kami. Tadinya plan awal kami, momen tahun baru 2008 semua urusan terkait dengan finishing sistem produksi dan persiapan tools marketing akan selesai. Tapi, apa daya beberapa masalah nonteknis sedikit mengganggu kami.

But, its OK. Target sekarang direvisi. Beberapa miting konsolidasi, produksi, marketing, dan sistem organisasi sudah dilewati. Juga beberapa aktivitas tambahan selama periode 2 minggu kemarin, aktivitas penyembelihan kurban di Idul Adha, hunting tambahan furniture untuk kantor, serta refreshing futsal melawan tim dari customer.

Taufik Hannas masih memegang kendali sebagai bos besar. Faisal dan Acep menjaga gawang produksi, sekaligus men-tentir editor baru. Danu tetap setia dengan kameranya. Edi tetap bertanggung jawab untuk urusan rumah tangga. Kalau saya sih masih bantu-bantu saja di urusan marketing. Yah, lumayan sekalian kesempatan belajar design web dan internet marketing dari ahlinya.

OK, time’s up. Jangan banyak bicara, buktikan dengan aksi nyata. Tetap semangat, teman-teman !!

Note :
1) Dipersembahkan untuk sebuah team yang solid, Rumah Video.
2) Taufik dan Acep sepertinya sudah mulai panas dengan blog ini. Ditunggu kehadirannya di dunia blogger yah teman-teman...hehe.
3) Baru saja tadi menghadiri kumpul-kumpul Gank teman-teman ex-kuliah di UI dulu. Bertempat di Rawasari, ketahuan lagi kalo 2 teman akan segera menikah di Februari ini. Barakallah ya pak...Wah, kalo gini mulai panas neh. Yah, mohon doanya...:)

“Ketika Cinta Bertasbih”, karya sastra berbasis entrepreneurship


Ini adalah karya terbaru dari sang penulis novel bestseller, Ayat-Ayat Cinta (AAC), Habiburrahman El Shirazy. Sembari menunggu film AAC yang tertunda peredarannya sampai awal Januari nanti, ada baiknya kalau kita mencoba me-review karya terbarunya yang ber-genre sama ini.

Berbeda dari karya-karya sebelumnya, di sini Kang Abik membagi novelnya menjadi 2 buku, yang disebutnya sebagai dwilogi pembangun jiwa. Yah, tidak jauh berbeda dengan AAC yang disebut Kang Abik sebagai sebuah novel pembangun jiwa, di buku ini kembali kita disuguhkan dengan kepiawaian sang pengarang dalam memadukan keromantisan cinta dan keindahan Islam. Selain itu, yang menambah menarik buku ini ialah adanya penggambaran akan kegigihan seorang manusia di dalam menuntut ilmu dan sekaligus berwirausaha.

Yup, wirausaha. Ini akhirnya jadi salah satu pembeda novel ini dari novel-novel Kang Abik sebelumnya. Prof. Laode M. Kamaludduin, PhD, dalam resensinya bahkan menyebut dwilogi ini sebagai “karya sastra berbasis entrepreneurship”. Sosok Khairul Azzam yang menjadi sentral cerita adalah sosok mahasiswa Al Azhar yang selain berkuliah juga berbisnis jualan bakso dan tempe di Mesir, yang dilakukannya untuk bisa menghidupi ibu dan 3 adiknya yang ada di Indonesia. Bahkan, selepas kuliah, di Indonesia selain mengajar di pesantren, ia akhirnya memutuskan untuk merintis bisnis bakso dan fotokopi, tanpa mengindahkan cibiran orang lain yang menganggap hal itu tidak pantas dilakukan oleh seorang lulusan luar negeri.

Secara garis besar, novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup Azzam, 28 tahun, yang disebutkan dalam kurun waktu 9 tahun masih belum juga mampu menyelesaikan pendidikan S1-nya di Al Azhar. Sebenarnya hal ini dilakukan oleh Azzam bukan tanpa maksud dan bukan pula karena ketidakmampuannya, hanya saja hal ini terpaksa ia lakukan karena ia masih harus menghidupi ibu dan 3 adiknya yang tinggal di Indonesia dengan cara berjualan tempe dan bakso di kalangan warga Indonesia di Kairo. Sosok yang di tahun pertamanya di Al Azhar memperoleh predikat Jayyid Jiddan (istimewa) ini sengaja tidak meluluskan dirinya selama 9 tahun serta sengaja menunda untuk menikah sampai paling tidak salah satu adiknya bisa lulus dari kuliahnya dan sudah bisa mencari nafkah sendiri.

Kegigihannya dalam berusaha ini akhirnya terbukti mampu mengorbitkan ketiga adiknya itu. Adiknya yang pertama, Husna, sukses lulus sebagai psikolog dan mampu menjadi salah satu penulis terbaik nasional. Adiknya yang kedua, Lia, sukses lulus PGSD dan menjadi guru favorit di SDIT Al Kautsar Solo. Sementara adiknya yang masih berusia 9 tahun, Sarah, masih menyantren di Pesantren Kudus, dan saat itu sudah berhasil menghafal hingga 5 juz.

Selain Azzam, di novel ini Kang Abik menampilkan beberapa sosok lain dengan karakternya yang kuat. Ada Eliana, bintang film cemerlang lulusan Perancis yang pernah berdebat dengan Sekjen Liga Arab dengan bahasa Inggris, yang digambarkan sempat ingin menghadiahkan “French Kiss” kepada Azzam. Ada Anna Althafunnisa, putri pengasuh ponpes di Klaten, mahasiswi S2 Syariah, sosok yang pertama kali coba dilamar oleh Azzam. Ada Furqan, mantan Ketua Umum PPMI dan kandidat MA dari Cairo University, sahabat Azzam, yang disebutkan telah melamar Anna, akan tetapi selepas 3 bulan masih belum juga mendapatkan jawaban. Selain itu, ada juga beberapa sahabat-sahabat Azzam di Kairo, seperti Fadhil, Hafez, Ali dan Nanang, yang muncul dengan permasalahannya masing-masing.

Dibandingkan Ayat-Ayat Cinta, novel Ketika Cinta Bertasbih ini memiliki jalinan cerita yang lebih kompleks, dengan permasalahan-permasalahan yang bertebaran di 2 latar berbeda, Mesir dan Indonesia. Bila buku pertama menceritakan kehidupan Azzam di Mesir, maka di buku kedua, pusat cerita akan berpindah ke Desa Sraten, Solo, kampung halaman Azzam serta Desa Wangen, Klaten, kampung halaman Anna. Penggambaran ceritanya khas Kang Abik, tema cinta dengan sedikit bumbu konspirasi di Mesir. Di salah satu frame cerita, bahkan sosok Furqan sempat berurusan dengan salah satu agen Mossad, Israel. Urusan inilah yang kemudian hari benar-benar mengubah akhir cerita dari Dwilogi ini secara dramatis, dan mungkin untuk beberapa pembacanya, akan menimbulkan kesan tidak adil untuk salah seorang tokohnya.

Walaupun tema sentralnya tetap tentang cinta, banyak kutipan-kutipan pemberi motivasi yang muncul di novel ini. Salah satunya ialah kutipan nasehat dari seorang Syaikh dalam sebuah Khutbah Jumat, “Kenapa Allah mengaruniakan kepada kita dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga, jutaan syaraf otak, tapi hanya mengaruniakan kita satu mulut saja? Jawabnya, karena Allah menginginkan kita untuk lebih banyak bekerja, daripada bicara. Orang-orang besar sepanjang sejarah adalah mereka yang lebih banyak bekerja daripada bicara!”

Atau kutipan yang muncul di penutup novel, sebuah ceramah Azzam kepada jamaah pesantren, ”Orang-orang yang dulu hidup memprihatinkan ternyata sampai sekarang tidak berubah. Kenapa tidak berubah? Jawabnya karena mereka tidak mau berubah. Kenapa tidak mau berubah? Jawabnya karena mereka tidak tahu bahwa mereka harus berubah. Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah. Sebab mereka telah terbiasa hidup pasrah. Hidup tanpa rasa berdaya dalam keluh kesah.”

Selamat membaca.

Rapor Keuangan 2007


Mumpung masih nuansa tahun yang baru. Tak ada salahnya mengevaluasi kembali keuangan kita di 2007.

Mengutip tulisan di Kontan, minggu lalu, disebutkan ada 4 hal yang bisa dijadikan tolak ukur tentang kondisi keuangan kita di 2007.

1) Pengelolaan penghasilan

Ini parameter yang paling simple. Intinya, bagaimana antara pengeluaran dan pemasukan bisa seimbang. Rapor biru, bila pengeluaran tidak lebih besar dari pemasukan.

2) Pengelolaan utang

Wah, untuk yang saat ini sedang ngambil kredit, entah itu kartu kredit biasa atau KPR, sebaiknya berhati-hati. Konsep konvensionalnya, pastikan bahwa total cicilan bulanan lebih kecil dari 30% pendapatan Anda serta total utang di Desember tidak lebih besar dari 90% penghasilan Anda.
Contoh kasus, utang KPR kita Rp 200 juta untuk 10 tahun, utang kartu kredit sampai Desember Rp 8 juta. Penghasilan perbulan Rp 10 juta. Total utang KPR kita di Desember akan menjadi (Rp 200 juta/10 tahun/12 bulan) = Rp 1,6 juta. Ditambah dengan utang kartu kredit, total utang kita di Desember adalah Rp 9,6 juta, yang berarti 96% dari penghasilan kita. Di kasus ini, berarti rapor kita tergolong merah karena lebih besar dari 90% penghasilan kita.

3) Pengelolaan investasi

Untuk yang satu ini, simplenya kalau hasil investasi kita masih lebih besar dari besaran inflasi, maka rapor kita akan bernilai biru. Inflasi 2007 kurang lebih 7%. Berharap dari tabungan semata, tidak akan mampu mencapai angka segitu.

4) Pengelolaan proteksi

Untuk proteksi, parameternya ialah besar uang pertanggungjawaban. Uang pertanggungan tersebut harus bisa mengcover kebutuhan minimal dari orang yang akan memperoleh manfaat bila sesuatu terjadi pada kita.
Misalnya, kebutuhan keluarga Rp 3 juta perbulan. Bunga deposito, investasi paling aman saat ini, bunganya 6% pertahun atau 0,5% perbulan. Maka, besar uang pertanggungan sebaiknya adalah (Rp 3 juta/0.5%)=Rp 600 juta.

Selamat berhitung ulang.

Dilematis Praktek Sampingan


Yah, sedang ingin menulis yang ringan-ringan. Baru saja ditanya sama teman via sms, ”Bud, cabut gigi di tempat nyokap lo berapa?” Hmm...sejenak terpana...oh iya selama ini saya memang tidak pernah menanyakan itu ke ibu. Maklum, kalau butuh langsung loncat ke sebelah, dan gratis, hehe. Lagipula, saat ini ibu sedang pulang kampung ke Ngawi menengok banjir di kampung halaman.

Mendengar pertanyaan teman itu, saya jadi sedikit tersenyum. Bila bicara konsep perluasan target market, maka sudah seharusnya saya langsung mem-follow up dengan memberitahu paket-paket yang tersedia di tempat praktek ibu, yang kebetulan masih di rumah juga. Dengannya diharapkan, sang teman ini nanti akan menjadi pelanggan setia yang kemudian akan ikut mempromosikan dari mulut ke mulut tentang praktek sang ibunda.

Hanya saja, saya tahu bahwa selama ini memang ibu tidak pernah membakukan tarif berobat giginya. Biasanya semuanya tergantung dari siapa pasien yang berobat ke sana. Memang rata-rata pasien yang berobat ialah tetangga-tetangga yang tidak semuanya mampu, sehingga tarif tidak berlaku flat.

Selain itu, saya pernah punya pengalaman kurang enak dengan teman ketika sang teman ingin berobat giginya ke ibu. Karena aktivitas ibu yang masih bekerja di Depkes, maka praktek biasanya hanya dilakukan di malam hari. Hanya saja, seringkali ibu baru pulang ke rumah di saat sudah larut dan biasanya beliau sudah terlampau lelah untuk menangani pasien di prakteknya. Kasihan juga sebetulnya melihatnya. Teman yang saat itu sudah sangat kesakitan sebetulnya sudah disarankan untuk berobat di dokter lain saja. Hanya saja, karena mungkin merasa lebih dekat, maka doi nekat tetap nunggu availability dari ibu saya. Setelah menunggu selama 1 minggu, dan itu pun sudah dibumbui dengan acara mati lampu dan kursi gigi yang sempat rusak, maka akhirnya sang teman sukses dicabut giginya.

Yah, yang seperti ini sebetulnya bukan konsep yang ideal untuk sebuah customer loyalty. Seringkali terpaksa saya harus menghadapi banyak pasien yang datang untuk memohon maaf karena sang bu dokter sedang tidak available. Mungkin itu juga sebabnya makin ke sini, yang datang ke praktek ibu semakin sedikit saja.

Sebenarnya memang niatan ibu untuk membuka praktek saat ini di rumah juga lebih untuk menjaga supaya ilmu kedokteran giginya tidak benar-benar hilang. Maklum, semenjak pindah ke Jakarta 10 tahun silam, ibu tidak berhasil mendapatkan penempatan di rumah sakit sebagai dokter gigi. Ia terpaksa menjalani penempatan di Depkes di bagian yang tidak berhubungan dengan gigi. Karena itulah, tujuan awal dari praktek ini sudah tidak sama dengan ketika ibu membuka praktek di tempat tinggal kami sebelumnya, Palembang dan Banjarbaru, tempat dimana ibu mendapatkan penempatan di rumah sakit.

Hmm...di satu sisi sebetulnya kasihan juga melihat ibu yang sudah cukup berumur, masih bekerja keras seperti itu. Sudah sepantasnya sebetulnya sekarang ibu lebih menikmati hidup. Hanya saja, bila ternyata beliau merasa enjoy dengan itu, yah mengapa tidak. Lagipula, sayang peralatan kursi gigi dan sebagainya menganggur begitu saja.

Akhirnya saya pun menjawab sms teman itu. ”Wah, kurang tau yah. Kalo gw seh biasanya gratis...:D, Lagipula, ibu sekarang lagi pulkam ke Ngawi.”
Yah, semoga dia bisa segera mendapatkan dokter gigi yang bisa mengobati sakit giginya dengan cepat.

Note : Sebuah tulisan untuk seorang yang sudah memberikan banyak hal di dalam hidup saya, walau mungkin tulisan ini tidak akan terbaca olehnya.

Showreel Rumah Video

Testimonial tentang Audio Visual



Abu Sangkan – Trainer “Shalat Khusyu”
“Peran media audio visual sangat efektif dalam penyampaian da’wah-da’wah saya.”

Adha Muawiyah – Line Producer “Sinemart”
“ Video Company Profile sangat efektif dan efisien untuk memperkenalkan citra perusahaan kita lebih cepat. Klien maupun investor dapat lebih jelas mengetahui apa yang dia inginkan atau tuju pada perusahaan kita.”

Wuryanano – CEO PT Swastika Prima International, Direktur Lembaga Pendidikan Profesi SWASTIKA PRIMA Community College, Founder Super Mind Power Training, Penulis Buku Best Seller
“Dengan memiliki perangkat bisnis pada media Audio Visual ini, maka akan semakin meningkatkan performa bisnis dan perusahaan kita. Produk dan jasa kita pasti semakin bagus dalam pelayanan dan kualitasnya.”

Hidayatullah – Direktur PT Selaras Inti Prima Indonesia
“Media audio visual yang sangat efektif dalam membantu kinerja marketing kami, serta menjadi added value tersendiri untuk perusahaan kami.”

Note :
Alhamdulillah, materi untuk casing CD Showreel Rumah Video sudah selesai. CD ini sendiri berisikan portofolio produk-produk yang pernah kami hasilkan, mulai dari Video dokumentasi, Video profile, CD interaktif, Website, Clip&Commercial, Video Promo.Semoga bisa menjadi salah satu wahana untuk beramal lebih bagi kami. Terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan untuk semua pihak yang dengan sukarela telah memberikan testimonialnya. Hanya Allah jualah yang bisa membalas-Nya.